<p>Petugas PGN tengah melakukan pengecekan rutin Gas Engine di Plaza Indonesia/ Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Korporasi

Target Saham dan Proyeksi Kinerja PGAS Usai Harga HGBT Dipastikan Naik

  • Saham PGAS naik 4,10% seiring kenaikan harga gas bumi. Analis prediksi prospek positif dengan target harga Rp1.700-Rp1.950, serta potensi kenaikan laba dan dividen yield menarik.

Korporasi

Alvin Pasza Bagaskara

JAKARTA – Saham PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) pada perdagangan Kamis, 23 Januari 2024, ditutup dengan kenaikan 4,10% ke level Rp1.650 per saham. Peningkatan nilai emiten tersebut bersamaan dengan kenaikan harga gas bumi tertentu (HGBT). 

Namun, hingga saat ini, pemerintah belum memutuskan apakah harga HGBT akan ke angka berapa dari yang dipatok sebelumnya, yakni US$6 per MMBtu. Lantas, sebagai penerima manfaat dari kebijakan tersebut, bagaimana prospek dan target saham PGAS ke depan?

Analis Mandiri Sekuritas, Henry Tedja dan Danif Nouval Esfandiari, dalam risetnya menyebutkan bahwa manajemen PGAS memperkirakan volume perdagangan gas sepanjang 2025 akan meningkat sebesar 2,5-12,4% (Year-onYear/YoY), sementara spread distribusi akan dipertahankan di kisaran USD1,6-1,8/MMBTU. 

Manajemen juga memperkirakan LNG akan menyumbang sekitar 20% dari total volume perdagangan gas pada 2025F. “Hal ini diharapkan dapat membantu perusahaan mengatasi tantangan pasokan gas melalui pipa,” jelasnya dalam riset pada Jumat, 24 Januari 2025.

Mandiri Sekuritas pun menyematkan rating buy saham PGAS dengan target harga Rp1.700 per saham. Selain itu, perusahaan dengan kode broker CC mencatat dengan harga PGAS saat ini, maka dividen yield yang ditawarkan 9,2%. 

Sementara yang berkaitan dengan harga HGBT pernah disinggung oleh analis Sucor Sekuritas, Christofer Kojongian, berpendapat bahwa penghentian program HGBT akan menjadi katalis positif bagi kinerja PGAS, karena perseroan dapat memperoleh harga jual rata-rata (ASP) yang lebih tinggi dibandingkan periode HGBT sebelumnya.

"Perlu diingat bahwa kebijakan HGBT membatasi harga jual pada US$6 per MMBtu, sementara rentang ASP normal berada di kisaran US$9 hingga US$10 per MMBtu," kata Christofer dalam risetnya yang dikutip pada Selasa, 7 Januari 2025. 

Berdasarkan perhitungan Sucor Sekuritas, setiap kenaikan harga jual US$1 per MMBtu akan berdampak pada kenaikan 31% pada laba bersih dan kenaikan 3% pada dividend yield. "Jika sebelumnya penyaluran HGBT menggunakan harga US$9 per MMBtu, maka laba bersih untuk tahun penuh 2025 dapat meningkat menjadi US$599 miliar atau naik 74% secara tahunan, sementara dividend yield bisa naik dari 9% menjadi 16%," kata Christofer.

Sucor Sekuritas memberikan rating "buy" dengan target harga Rp1.950 per lembar. Menurut Sucor, PGAS memiliki operasi bisnis yang stabil, dividend yield yang menarik, serta kekuatan arus kas yang solid.

Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia setelah rapat kabinet pada Rabu, 22 Januari 2024, mengungkapkan bahwa meski HGBT akan diteruskan, harga gas akan naik karena tren harga gas yang sedang meningkat. 

Bahlil menjelaskan, meski kebijakan yang dimulai sejak 2020 untuk tujuh sektor industri tersebut sudah berakhir pada 31 Desember 2024, HGBT akan tetap diperpanjang namun dengan penyesuaian harga. "HGBT masih kami simulasikan, tapi pada prinsipnya itu diperpanjang. Namun harga HBGT-nya ada penyesuaian," ungkap Bahlil.

Selain itu, Bahlil menambahkan bahwa gas yang digunakan untuk energi kemungkinan akan dipatok sekitar US$7 per MMBtu. Ia juga mengisyaratkan harga HGBT yang baru mungkin berada di sekitar US$6,5 per MMBtu.  "Ya sekitar itu [US$6,5 per MMBtu],"

Namun, Ketua Umum Partai Golkar itu juga menegaskan sektor penerima HGBT tidak akan diperluas dan tetap meliputi tujuh sektor industri, yakni pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, gelas kaca, dan sarung tangan karet.