Tarif Impor Anti Dumping, Potensi Perang Dagang Bagi Indonesia
- BMAD diberlakukan untuk produk impor yang dijual di bawah harga normal di pasar internasional, sementara itu BMTP dikenakan pada produk impor yang menyebabkan lonjakan volume dan merugikan produsen lokal.
Makroekonomi
JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengingatkan potensi risiko balasan dari negara-negara yang terkena dampak pengenaan tarif impor oleh Indonesia, seperti Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) dan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP).
Langkah ini dinilai dapat memicu perang dagang antara Indonesia dan negara-negara mitra yang pada akhirnya merugikan perekonomian nasional jika tidak diimbangi dengan strategi yang matang.
"Kita khawatir itu bisa memicu perang dagang sebenarnya. Kita banyak pengenaan tarif, misalnya dari negara apa, kita tarif-in," terang Ketua Komite Perdagangan Luar Negeri/Pengembangan Bidang Perdagangan Apindo, Budihardjo Iduansjah, di Jakarta.
BMAD diberlakukan untuk produk impor yang dijual di bawah harga normal di pasar internasional, sementara itu BMTP dikenakan pada produk impor yang menyebabkan lonjakan volume dan merugikan produsen lokal.
Pemerintah, melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag), menggunakan BMAD dan BMTP sebagai instrumen trade remedies untuk melindungi industri lokal dari produk impor yang dianggap merugikan. Tarif ini ditujukan untuk menekan dampak negatif dumping atau lonjakan volume impor yang dapat melemahkan daya saing industri dalam negeri.
- Gurita Bisnis Hendry Lie, Bos Sriwijaya yang Terlilit Korupsi Timah
- Rancang Koperasi Binaan, IGL dan BTL Gelar Pertemuan dengan 15 Desa Binaan
- Harga Sembako di Jakarta: Daging Sapi Murni (Semur) Naik, Ayam Broiler/Ras Turun
Pengenaan BMAD dan BMTP diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 34 Tahun 2011 tentang Tindakan Anti Dumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan. PP ini memberikan wewenang kepada Kemendag untuk melakukan penyelidikan dan pengenaan tarif terhadap produk yang terbukti merugikan industri lokal.
Langkah ini bertujuan untuk memberikan perlindungan pada sektor industri lokal yang menghadapi persaingan tidak sehat akibat produk impor dengan harga murah.
Sejumlah negara menjadi sasaran tarif impor Indonesia, diantaranya China, India, Korea Selatan, Jepang, Amerika Serikat, Uni Eropa, Australia, Vietnam, dan Malaysia. Produk dari negara-negara ini dinilai memiliki harga dumping atau menyebabkan lonjakan impor yang merugikan produsen lokal.
- Gurita Bisnis Hendry Lie, Bos Sriwijaya yang Terlilit Korupsi Timah
- Rancang Koperasi Binaan, IGL dan BTL Gelar Pertemuan dengan 15 Desa Binaan
- Harga Sembako di Jakarta: Daging Sapi Murni (Semur) Naik, Ayam Broiler/Ras Turun
Risiko Balasan dan Ancaman Perang Dagang
Apindo menyoroti bahwa pengenaan tarif ini dapat memicu aksi balasan dari negara-negara mitra dagang. Balasan seperti pengenaan tarif terhadap produk ekspor unggulan Indonesia, seperti kelapa sawit atau produk manufaktur lainnya, bisa merugikan perekonomian dalam negeri.
Langkah ini juga dikhawatirkan dapat memperburuk hubungan perdagangan internasional dan mengurangi daya saing produk Indonesia di pasar global. Sebagai solusi, Apindo mendorong pemerintah untuk lebih fokus pada peningkatan produksi lokal dan penyerapan tenaga kerja.
Mengambil contoh dari tata kelola Industri yang dilakukan China, strategi awal harus diarahkan pada pemenuhan pasar domestik sebelum memperluas ekspor. Langkah ini dinilai dapat memperkuat posisi Indonesia dalam menghadapi persaingan global tanpa harus memicu konflik dagang.
"Harus bikin banyak pabrik di Indonesia. Itu yang bertahun-tahun yang dilakukan China, semua produsen mengisi pasar dalam negeri, baru ekspor," tambah Budihardjo.
Berbagai produk impor telah dikenai BMAD dan BMTP, diantaranya :
- Tekstil dan produk tekstil: pakaian, kain, dan karpet.
- Bahan bangunan: baja, ubin keramik.
- Bahan industri: plastik kemasan, kertas, evaporator kulkas.
- Bahan kimia: seperti lysine.