Nasional

Tarik Rp7,5 Triliun Investasi di Garuda hingga Tagih Rp20,8 Triliun Pajak Macet, Ini Rekomendasi BPK ke Pemerintah

  • BPK merekomendasikan pemerintah untuk menarik dana program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebesar Rp7,5 triliun dari Garuda Indonesia
Nasional
Muhammad Heriyanto

Muhammad Heriyanto

Author

JAKARTA - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merekomendasikan pemerintah untuk menarik dana program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebesar Rp7,5 triliun dari PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk.

Selain itu, BPK juga meminta pemerintah aktif menagih piutang pajak macet yang mencapai  Rp20,84 triliun.

Ketua BPK Isma Yatun mengatakan dana investasi program PEN ke Garuda Indonesia tidak dapat disalurkan, dengan itu pihaknya merekomendasikan untuk mengembalikannya ke kas negara. 

Sementara terkait piutang pajak macet, pihaknya meminta pemerintah melakukan inventarisasi yang belum kadaluarsa penagihan per 30 Juni 2022 dan melakukan tindakan penagihan aktif sesuai ketentuan.

BPK juga menyebut dana investasi program PEN ke PT Krakatau Steel sebesar Rp800 miliar berpotensi tidak dapat tersalurkan.

“Kepada pemerintah antara lain agar melakukan pengembalian sisa dana investasi pemerintah dalam rangka Pemulihan Ekonomi Nasional kepada Garuda Indonesia sebesar Rp7,5 triliun ke rekening kas umum negara,” ujar Isma Yatun dalam pantauan Live Youtube Sekretariat Presiden, Kamis, 23 Juni 2022.

Selain itu, dalam penyampaian Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2021 di Istana Kepresidenan, Bogor, Kamis, 23 Juni 2022, BPK juga menemukan lima kelemahan sistem pengendalian interen dan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan lainnya yang meliputi;

Pertama, pengelolaan insentif dan fasilitas perpajakan tahun 2021 sebesar Rp15,31 triliun belum sepenuhnya memadai. BPK merekomendasikan pemerintah agar menguji kembali kebenaran pengajuan insentif dan fasilitas perpajakan yang telah dilakukan Wajib Pajak (WP) serta menagih kekurangan pembayaran pajak beserta sangsinya untuk pemberian insentif dan fasilitas yang tidak sesuai.

Kedua, dana Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) sebagai investasi jangka panjang non permanen lainnya belum didukung keselarasan regulasi, kejelasan skema pengelolaan dana dan penyajian dalam laporan keuangan Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera). 

BPK merekomendasikan pemerintah menetapkan kebijakan akuntansi penyajian investasi jangka panjang non permanen lainnya terkait pengelolaan dana FLPP pada BP Tapera sebagai badan hukum lainnya yang ditunjuk sebagai Operator Investasi Pemerintah (OIP).

Ketiga, pelaksanaan dan penganggaran Penanganan COVID-19 (PC) PEN pada 80 Kementerian/ Lembaga (K/L) minimal sebesar Rp12,52 triliun belum sepenuhnya sesuai ketentuan.

BPK merekomendasikan pemerintah memperbaiki mekanisme penganggaran pelaksanaan dan pertanggungjawaban belanja untuk memitigasi risiko ketidakpatuhan dalam proses ketidakcapaian output dan ketidaktepatan sasaran dalam pelaksanaan belanja.

Keempat, sisa dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) reguler tahun 2020 dan 2021 minimal sebesar Rp1,25 triliun belum dapat disajikan sebagai piutang Transfer Ke Daerah (TKD). BPK merekomendasikan pemerintah melakukan inventarisasi dan rekonsiliasi atas sisa dana yang ada.

Kelima, kewajiban jangka panjang atas program pensiun yang telah diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan. BPK merekomendasikan pemerintah  agar memerintahkan tim Task Force dukungan percepatan penyelesaian Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) mengenai imbalan kerja termasuk pengaturan masa transisi selama prose perubahan peraturan perundang undangan terkait pensiun.

Dengan berbagai rekomendasi itu, BPK meminta pemerintah untuk menindaklanjutinya agar pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dapat diperbaiki.