Leopard-2-A7-KMW-001.jpg
Dunia

Tekad Awal Membatasi, Ekspor Senjata Jerman Justru Memecahkan Rekor

  • Volume yang memecahkan rekor ini mengikuti komitmen pemerintah untuk menerapkan pembatasan yang lebih ketat pada penjualan senjata. Sebuah janji dari masa kampanye.

Dunia

Amirudin Zuhri

BERLIN-Pemerintah Jerman mengizinkan lebih banyak ekspor senjata pada tahun 2023 dibandingkan sebelumnya.  Ini memunculkan pertanyaan tentang efektivitas pembatasan ekspor senjata negara itu.

Perang di Ukraina jelas ikut memicu peningkatan ini. Data yang diungkapkan dalam tanggapan terhadap penyelidikan parlemen dan dikutip Defense News Rabu 3 Januari 2024 menyebutkan,  ekspor ke Kyiv meningkat lebih dari dua kali lipat dibandingkan tahun 2022. Volume yang memecahkan rekor ini mengikuti komitmen pemerintah untuk menerapkan pembatasan yang lebih ketat pada penjualan senjata. Sebuah janji dari masa kampanye.

Pada pertengahan Desember, Jerman telah mengizinkan ekspor barang-barang pertahanan senilai 11,7 miliar Euro atau sekitar Rp198 triliun (kurs Rp16.950). Dari jumlah tersebut 6,1 miliar Euro adalah senjata senjata. Dan sisanya 5,6 miliar Euro diklasifikasikan sebagai barang pertahanan lainnya. 

Rekor ekspor senjata sebelumnya terjadi pada tahun 2021, sebesar 9,35 miliar Euro atau sekitar Rp158 triliun. Penghitungan resmi untuk seluruh tahun 2023 diperkirakan akan dilakukan pemerintah Berlin dalam beberapa minggu mendatang.

Sebagian besar ekspor tahun lalu ditujukan ke Ukraina. Berdasarkan angka awal Kyiv diberi wewenang untuk menerima lebih dari 4,1 miliar Euro ekspor militer dari Jerman pada tahun 2023. Ini sekitar Rp70 triliun. Hal ini menandai peningkatan lebih lanjut dari ekspor resmi senilai 2,24 miliar Euro pada tahun 2022.

Israel juga termasuk di antara sepuluh penerima teratas. Penjualan senjata ke Tel Aviv mencapai 323 juta Euro atau sekitar Rp5 triliun. Jumlah ini menandai peningkatan sepuluh kali lipat dibandingkan tahun 2022.

Otorisasi ekspor ke negara-negara yang terlibat dalam perang semakin mempertanyakan pembatasan yang diberlakukan Jerman. Terutama untuk tidak mengekspor senjata ke zona perang aktif.  Partai Sosial Demokrat pimpinan Olaf Scholz berjanji selama kampanye untuk memberlakukan undang-undang baru yang membatasi ekspor senjata ke negara-negara yang terlibat perang atau memiliki catatan hak asasi manusia yang bermasalah. 

Koalisi pemerintahan yang terdiri dari Partai Sosial Demokrat, Partai Hijau, dan Liberal memasukkan janji tersebut sebagai poin terpisah dalam perjanjian koalisi mereka pada bulan November 2021. Mereka juga menerbitkan proposal sepuluh halaman yang berisi poin-poin utama. 

Teks tersebut memuat seruan untuk menerapkan tolok ukur yang lebih ketat di satu sisi dan perlunya manuver geopolitik di sisi lain. Tetapi sejak itu, inisiatif tersebut tampaknya terhenti dibayangi  penilaian ulang mendasar terhadap situasi keamanan Jerman setelah perang Rusia melawan Ukraina. Dan ini digambarkan dalam pidato Kanselir Olaf Scholz yang berjudul titik balik. Pidato tsetelah invasi Rusia ke Ukraina ini menunjukkan Jerman sepertinya berubah dalam kebijakan ekspor senjata.

Selain Ukraina, penerima utama pada tahun 2023 adalah Norwegia (€1,2 miliar), Hongaria (€1 miliar), Inggris (€655 juta), dan Amerika Serikat (€545 juta). Polandia, Prancis, Israel, Korea Selatan, dan Siprus juga masuk dalam sepuluh besar.