Tekan Laju Impor, Sektor Logam Wajib Terapkan SNI
Implementasi kewajiban Standar Nasional Indonesia (SNI) dinilai dapat meningkatkan akses pasar ke luar negeri sekaligus menekan laju impor produk.
Nasional
JAKARTA – Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengungkapkan, kewajiban Standar Nasional Indonesia (SNI) pada barang impor memiliki fokus utama berhubungan dengan Keamanan, Kesehatan, Keselamatan, dan Lingkungan (K3L) sebuah produk.
Implementasi kewajiban SNI juga dinilai dapat meningkatkan akses pasar ke luar negeri sekaligus menekan laju impor produk.
Terkait hal ini, pihaknya ingin mendorong penggunaan SNI di sektor logam agar kontribusinya bisa dimaksimalkan untuk perekonomian nasional. Menurutnya, kebutuhan baja saat ini semakin meningkat, baik di pasar domestik maupun ekspor.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
“Pemerintah bertekad untuk terus melindungi industri dalam negeri dari serbuan produk impor,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang dikutip TrenAsia.com, Rabu, 21 April 2021.
Di samping itu, ungkapnya, penerapan SNI wajib pada produk logam juga bertujuan untuk merealisasikan target substitusi impor sebesar 35% pada 2022.
Kemenperin sendiri menargetkan sektor industri logam dasar bisa tumbuh sebesar 3,54% pada tahun ini. Menurutnya, industri baja merupakan sektor high resilience (HS) yang mampu bertahan di tengah situasi pandemi COVID-19.
Kendati kinerja industri ini sempat tertekan pada tahun lalu, ia optimistis sektor logam mampu bangkit dan meningkatkan kemampuannya pada 2021. Sebagai informasi, berdasarkan data Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI), nilai impor untuk HS produk SNI wajib pada 2020 sebesar Rp102 triliun.
Jumlah ini lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang sebesar Rp133 triliun. Adapun saat ini, terdapat 147 kode HS yang tersebar pada 28 SNI wajib sektor logam.