Ilustrasi cukai rokok atau cukai hasil tembakau (CHT). Grafis: Deva Satria/TrenAsia
Nasional

Tekan Prevalensi Perokok Anak, 27 Komunitas Pedagang dan Rakyat Kecil Kompak Gagas Gerakan Nasional

  • Sebanyak 27 komunitas yang bersatu dalam “Gerakan Nasional Pedagang dan Rakyat Kecil” dengan tegas menyatakan sikap “Rokok Bukan Untuk Anak”

Nasional

Rumpi Rahayu

JAKARTA – Sebanyak 27 komunitas yang bersatu dalam “Gerakan Nasional Pedagang dan Rakyat Kecil” dengan tegas menyatakan sikap “Rokok Bukan Untuk Anak”. 

Hal ini bertujuan untuk mendukung upaya mencegah akses penjualan dan pembelian rokok bagi anak-anak berusia di bawah 18 tahun. Pernyataan sikap ini muncul sebagai wujud nyata komitmen para pedagang dan rakyat kecil dalam mendukung upaya Pemerintah menurunkan prevalensi anak, tanpa harus mengorbankan hak para UMKM dan rakyat kecil. 

dr. Ali Mahsum ATMO M Biomed, Ketua Umum Komite Ekonomi Rakyat Indonesia (KERIS), sekaligus penggagas gerakan nasional yang menyuarakan aspirasi jutaan pedagang dan rakyat kecil ini menyatakan, “Kami mendesak kepada Presiden RI Bapak Ir. H. Joko Widodo untuk membatalkan rencana Pemerintah RI merevisi aturan rokok yang melarang penjualan rokok batangan”. 

Larangan jual rokok batangan merupakan salah satu ketentuan yang termaktub pada Keputusan Presiden RI Nomor 25 Tahun 2022 Tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah RI Tahun 2023, tepatnya dimuat dalam rencana revisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 (PP 109) Tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan. Rencana revisi ini disebut sebagai upaya menekan prevalensi perokok pada anak-anak di bawah 18 tahun. Padahal, PP 109 yang berlaku saat ini sudah memuat larangan penjualan rokok bagi anak-anak. 

“Daripada revisi, seharusnya pemerintah dengan konsisten melakukan sosialisasi dan edukasi bagi seluruh lapisan masyarakat untuk menekankan bahwa rokok bukan untuk anak,” tegas Ali Mahsun. Ali dan puluhan komunitas ini pun sepakat rokok bukan untuk anak-anak, tapi yang diperlukan adalah gerakan nyata seluruh elemen masyarakat, bukan merevisi peraturan. 

Ali Mahsun melanjutkan, pernyataan sikap “Rokok Bukan Untuk Anak” merupakan bentuk dukungan “Gerakan Nasional Pedagang dan Rakyat Kecil” atas upaya Pemerintah Indonesia untuk menekan prevalensi perokok anak berusia 18 tahun ke bawah. Menurutnya, gerakan nyata perlu dilakukan. 

Menurut Ali, pedagang kecil belum sepenuhnya bangkit dan pulih dari pandemi. Oleh karena itu, rencana larangan jual rokok batangan akan berdampak signifikan pada kelangsungan hidup jutaan pedagang kecil ini dinilai tidak adil. Jika dilanjutkan, imbasnya akan berlipat ganda, mengingat jumlah UMKM pedagang dan sumbangsihnya sangat besar bagi perekonomian negara. 

“Usulan larangan ini dapat merenggut hak warga negara pelaku ekonomi rakyat untuk mencari penghasilan, menafkahi keluarga, dan membesarkan generasi penerus bangsa. Pemerintah harus lebih realistis dan strategis untuk menanggapi masalah ini,” ujarnya. 

Larangan penjualan rokok batangan, akan sangat memberatkan pedagang kecil, mulai dari pedagang kaki lima, pedagang pasar, pedagang asongan, pedagang kopi keliling, hingga warung kelontong yang mendapatkan pendapatan yang besar dari penjualan rokok. Bagi mereka, Pemerintah seharusnya memberikan penguatan perlindungan dan pemberdayaan terhadap para pelaku ekonomi rakyat (UMKM), lebih-lebih dalam menghadapi persoalan, hambatan dan tantangan ke depan, bukan sebaliknya. Disampaikan Ali, rencana Pemerintah melarang berjualan rokok batangan merupakan bentuk kebijakan yang tidak adil, tidak rasional, serta dapat merenggut hak konstitusional pelaku ekonomi rakyat kecil. 

“Para pedagang kecil yakin bahwa ada jalan tengah yang bertujuan memperkuat penegakkan peraturan yang saat ini sudah berlaku tanpa harus mengorbankan hak rakyat kecil. Jadi, kami mohon kepada pemerintah untuk bantu dan lindungi kami dari kebijakan yang memberatkan kami,” lanjut Ali Mahsun. 

Untuk itu, pihaknya mengajak peran serta dari seluruh pihak untuk turut mendukung gerakan ini. “Kami setuju dan sepakat bahwa rokok memang bukan untuk anak-anak. Tapi, menjadi tidak adil ketika seluruh beban untuk menurunkan prevalensi perokok anak hanya menjadi tanggung jawab pedagang. Melalui gerakan nasional ini, kami mengajak semua lapisan masyarakat, mulai dari pemerintah, masyarakat, orangtua, hingga tenaga pendidik, untuk melakukan upaya bersama untuk melindungi dan menyelematkan anak-anak yang akan menjadi generasi penerus bangsa,” pintanya. 

Ia juga menambahkan pokok- pokok usulan yang tertuang dalam poin perubahan akan mencederai rasa keadilan dan sangat jauh dari makna mendasar Sila Kelima Pancasila, yakni keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. “Jadi, kami mendesak Presiden Republik Indonesia, Bapak Joko Widodo, untuk mendengar aspirasi kami dan membatalkan Keppres 25 Tahun 2022. Ini sangat tidak adil dan tidak sejalan dengan upaya melestarikan warisan ekonomi dan budaya Indonesia,” ucapnya. 

Deklarasi “Gerakan Nasional Pedagang dan Rakyat Kecil: Rokok Bukan Untuk Anak” 

“Gerakan Nasional Pedagang dan Rakyat Kecil” yang diinisiasi oleh KERIS bersama seluruh pelaku usaha ekonomi rakyat, organisasi bantuan hukum, dan organisasi perlindungan konsumen, menyatakan deklarasi melalui empat poin utama, yakni: 

1. Mendukung upaya Pemerintah Indonesia untuk menekan prevalensi perokok anak berusia 18 tahun ke bawah melalui penegakan peraturan yang telah diberlakukan di Indonesia. 

2. Mendesak Presiden Republik Indonesia, Bapak Joko Widodo, untuk membatalkan rencana revisi PP 109/2012, yang di dalamnya terdapat rencana larangan penjualan rokok batangan. 

3. “Gerakan Nasional Pedagang dan Rakyat Kecil” berkomitmen untuk menyatakan sikap “Rokok Bukan Untuk Anak” guna menekan prevalensi perokok anak berusia 18 tahun ke bawah dan menyelamatkan generasi penerus bangsa. 

4. Mencanangkan tanggal 25 Januari sebagai peringatan “Hari Gerakan Nasional Rokok Bukan Untuk Anak.”