Tekstil, Logam, Hingga APD Jadi Bantalan Kontraksi Perdagangan RI
JAKARTA – Tak ada yang memungkiri bahwa pandmei COVID-19 membuat kinerja perdagangan dunia tertekan cukup dalam termasuk Indonesia. Namun, sejak Mei-September 2020, Kementerian Perdagangan mencatat ekspor sejumlah komoditas bukan hanya bertahan melainkan tumbuh. Menteri Perdagangan Agus Suparmanto mengatakan beberapa komoditas tersebut antara lain barang tekstil jadi lainnya, besi dan baja, serta logam mulia/perhiasan. Komoditas alat […]
Industri
JAKARTA – Tak ada yang memungkiri bahwa pandmei COVID-19 membuat kinerja perdagangan dunia tertekan cukup dalam termasuk Indonesia. Namun, sejak Mei-September 2020, Kementerian Perdagangan mencatat ekspor sejumlah komoditas bukan hanya bertahan melainkan tumbuh.
Menteri Perdagangan Agus Suparmanto mengatakan beberapa komoditas tersebut antara lain barang tekstil jadi lainnya, besi dan baja, serta logam mulia/perhiasan. Komoditas alat pelindung diri (APD) juga tumbuh dengan nilai ekspor US$192,5 juta.
“Secara kumulatif, neraca dagang Januari—September 2020 mencapai US$13,5 miliar. Melampaui capaian pada 2017 dan merupakan capaian tertinggi sejak 2012,” kata Mendag dalam keterangan resmi, Selasa, 10 November 2020.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
Agus menilai peluang ekspor APD tidak hanya akan berlanjut hingga penghabisan tahun ini, namun juga terbuka lebar di tahun-tahun mendatang. Ini dilatarbelakangi dengan perubahan kebutuhan masyarakat dunia, di mana komoditas alat kesehatan akan menjadi bagian dari gaya hidup.
Besi dan Baja
Pada September 2020, ekspor komoditas yang mengalami pertumbuhan salah satunya adalah besi dan baja. Penyebabnya adalah meningkatnya permintaan dari China dan Malaysia karena mulai pulihnya industri dalam negeri di kedua negara.
Tidak hanya mengandalkan China, dalam catatan Agus, Amerika Serikat, dan Jepang juga masih menjadi negara utama tujuan ekspor nonmigas Indonesia. Untuk periode Januari—September 2020, nilai ekspor nonmigas ke beberapa negara justru mengalami kenaikan.
Rincian kenaikannya yaitu ke China (11%), Amerika Serikat (2,9%), Swiss (228,1%), Australia (13,4%), Pakistan (13%), dan Italia (1,2%).
Agus mengakui bahwa ekspor bukan satu-satunya faktor penunjang surplus neraca perdagangan. Ia mengatakan bahwa pemerintah juga fokus pada penyerapan komoditas di pasar domestik.
Salah satunya melalui program Bangga Buatan Indonesia (BBI). Melalui program ini, pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) didorong untuk masuk ke pasar digital yang difasilitasi oleh pemerintah serta menggandeng platform e-commerce.
“Target BBI untuk 2 juta UMKM ke platform digital pun sudah tercapai pada September lalu. Harapannya membantu pelaku usaha untuk bertahan dan mempercepat proses pemulihan ekonomi nasional,” ujarnya. (SKO)