<p>laporan Keuangan TLKM 2019 </p>
Industri

TELE Bermasalah, Investasi Telkom Jadi Musibah

  • JAKARTA-Kondisi PT Tiphone Mobile Indonesia Tbk (TELE) yang sedang dirundung masalah menjadi musibah bagi PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM). Gara-gara berpotensi gagal bayar obligasi dan Bursa Efek Indonesia (BEI) menghentikan sementara (suspensi)  perdagangan efek TELE di seluruh pasar terhitung sejak sesi I perdagangan efek, Rabu 10 Juni 2020, terungkap kerugian investasi Telkom di TELE. Andi […]

Industri

Amirudin Zuhri

JAKARTA-Kondisi PT Tiphone Mobile Indonesia Tbk (TELE) yang sedang dirundung masalah menjadi musibah bagi PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM). Gara-gara berpotensi gagal bayar obligasi dan Bursa Efek Indonesia (BEI) menghentikan sementara (suspensi)  perdagangan efek TELE di seluruh pasar terhitung sejak sesi I perdagangan efek, Rabu 10 Juni 2020, terungkap kerugian investasi Telkom di TELE.

Andi Setiawan, VP Corporate Finance & Investor Relations TLKM dalam suratnya ke BEI pada 22 Juni mengungkapkan bahwa risiko gagal bayar Tiphone tidak berdampak signifikan terhadap perseroan. Menurutnya masih banyak distributor voucher pulsa lain dan saat ini tren penjualan online melalui pulsa berkembang pesat.

“Secara finansial berpotensi pada perubahan atas nilai wajar penyertaan PINS pada Tiphone,” ujar Andi pada 22 Juni ke BEI.

Berdasarkan laporan Keuangan TLKM 2019 BUMN kebanggaan Indonesia itu menderita rugi sebesar Rp1,17 triliun akibat investasi di PT PINS Indonesia (PINS), anak perusahaan TLKM yang memiliki 24 persen saham TELE. Bahkan sejak menanamkan investasinya di perusahaan penjualan voucher pulsa dan handset ini di 2014, PINS praktis belum mendapatkan keuntungan setimpal.

Laporan keuangan TELE kuartal-3 2019 mencatat, PT PINS masuk sebagai pemegang saham perseroan melalui dua tahapan. Pada tahap pertama, PINS membeli sebanyak 1.11.589.900 saham dari Boquete Group SA, Interventures Capital Pte. Ltd, PT Sinarmas Asset Management dan Top Dollar Investment Ltd pada 11 September 2014. Nilai akusisi saham itu sebesar Rp 876,7 miliar.

Selanjutnya, pada 18 September 2019 PINS kembali menambah 638.051.347 saham melalui PMT-HMTED. Harga pembelian saham ini sebesar Rp 812,22 per saham dengan total transaksi senilai Rp 518,23 miliar. Harga saham TELE sendiri ketika IPO ke Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 29 Desember 2011 hanya Rp 310 per saham.

Sehingga melalui dua tahapan transaksi tadi, PT PINS menjadi pemilik 1,7 juta saham TELE yang setara dengan 24 persen saham perseroan. Untuk menjadi pemegang saham sebesar itu PINS menghabiskan biaya akuisisi senilai Rp  1,39 triliun.

Sejak menggenggam saham TELE yang didirikan oleh Henky Setiawan itu, PINS juga belum menikmati hasil yang bisa dibanggakan. Maklum selama periode 2015-2019, deviden yang diberikan TELE kepada pemegang sahamnya tergolong mini. Pada tahun 2015, TELE membayarkan dividen tahun buku 2014 sebesar Rp 92,60 miliar.

Di tahun 2016, dividen untuk tahun buku 2015 menjadi Rp 116,97 miliar. Di 2017,  deviden yang dibayarkan ke pemegang saham sebesar Rp 36,55 miliar dan tahun 2019 lalu TELE menetapkan dividen tahun buku 2018 sebesar Rp 39,78 miliar.

Berdasarkan laporan keuangan TELE tersebut, selama periode 2015-2019, total dividen yang dibayarkan kepada pemegang saham sebesar Rp 285,9 miliar. Dengan asumsi memiliki 24 persen saham, jatah dividen yang diperoleh PINS selama periode itu sekitar Rp 68,61 miliar.

TELE sendiri selama ini mendapatkan keuntungan bisnis dari TLKM dan anak usahanya PT Telkomunikasi Seluler. Sebagai gambaran, per September 2019, dari total pendapatan TELE sebesar Rp 18,69 triliun, kontribusi group TLKM mencapai Rp 13,23 triliun atau 71 persen. Di periode sama 2018, kontribusi group TLKM ke  TELE mencapai Rp 15,45 triliun dari seluruh pendapatan perusahaan itu sebesar Rp 21,81 triliun.