Luar Angkasa
Sains

Teleskop James Webb: Observatorium Rp13 Triliun Ungkap Tabir Alam Semesta

  • Teleskop James Webb yang diluncurkan pada 2021 merupakan observatorium angkasa senilai Rp13,6 triliun.
Sains
Muhammad Imam Hatami

Muhammad Imam Hatami

Author

JAKARTA - Teleskop James Webb yang diluncurkan pada 2021 merupakan observatorium angkasa senilai Rp13,6 triliun yang diharapkan akan menjawab pertanyaan mendasar tentang alam semesta kita.

Observatorium ini memungkinkan ilmuwan mengamati antariksa dan segala benda di dalamnya sejak awal penciptaan 13,5 miliar tahun yang lalu. Termasuk di antaranya terbentuknya bintang, galaksi, tatasurya, dan lain lain. 

Subhajit Sarkar, seorang doktor dari Universitas Cardiff, mencoba menggunakan James Webb untuk mempelajari lubang hitam supermasif dan planet yang mungkin mendukung kehidupan. 

Pengamatan yang dilakukan James Webb mengungkap pemandangan Alam Semesta yang paling dalam dan paling detail hingga saat ini, di dalamnya mencangkup miliaran bintang, yang jaraknya miliaran tahun cahaya dari bumi.

"Dari mana asal alam semesta? Bagaimana bintang dan planet terbentuk? Dan pada akhirnya, pertanyaan ini adalah tentang apakah ada kehidupan di luar sana." Ujar Sarkar dilansir BBC Internasional, Senin, 10 Juli 2023. Sarkar berharap semua pertanyaan tersebut dapat dijawab lewat observasi yang dilakukan James Webb.

Bersama dengan Nikku Madhusudhan, doktor dari Universitas Cambridge, mereka menggunakan James Webb untuk mempelajari atmosfer planet berjarak 124 tahun cahaya dari bumi dengan nama  K2-18b yang memiliki potensi besar mendukung kehidupan. 

Sarkar menerangkan salah satu faktor kunci dalam mencari planet yang mendukung kehidupan adalah keberadaan Air. Planet K2-18b diketahui berada pada zona layak huni dan berada pada jarak yang potensial dengan bintang induknya sehingga .

“Saat mempelajari planet di luar tata surya kita, yang disebut exoplanet, Anda tidak bisa hanya fokus pada mereka, karena mereka sering tertutup oleh cahaya terang dari bintang yang mengorbitnya,” ungkap Madhusudhan.

Sarkar dan timnya harus menunggu planet tersebut berada tepat di depan bintangnya dan mendeteksi penurunan cahaya yang terjadi. 

"Jika ada molekul di atmosfer, mereka akan menyerap cahaya pada panjang gelombang yang berbeda," kata Sarkar. 

Hal ini memungkinkan para ilmuwan untuk mengukur panjang gelombang dan menentukan susunan atmosfer planet, dan menentukan apakah planet tersebut mengandung air yang dapat mendukung kehidupan.