Pengunjung menyaksikan deretan foto dalam pameran Teman Tuli Bercerita yang digelar di Nalla Coffee, Solo, Sabtu 27 Mei 2023 sore.
Nasional

Teman Tuli dan Perjuangan Advokasi dalam Seni

  • Selain problem di ruang publik, deretan foto yang dipamerkan dalam Teman Tuli Bercerita merekam dinamika komunitas tuli dalam dunia pendidikan hingga dunia kerja.
Nasional
Chrisna Chanis Cara

Chrisna Chanis Cara

Author

SOLO—Sebuah akuarium dengan ikan hias berwarna-warni muncul dalam salah satu foto yang dipajang di sudut tembok Nalla Coffee, Solo, Sabtu 27 Mei 2023. Deretan ikan itu tampak indah dipandang, tapi tetap saja ada jarak pemisah antara keindahan itu dengan dunia luar.

Foto sederhana tapi bermakna mendalam ini dibikin difabel tuli bernama Ismail dalam pameran bertajuk Teman Tuli Bercerita. Melalui potret itu, Ismail seolah merefleksikan bagaimana hubungan komunitas tuli dengan masyarakat sekitar yang masih terpisah sekat komunikasi. 

Dalam karya lain, seorang teman tuli bernama Salsa memotret sebuah stan minuman di sebuah pusat perbelanjaan di Solo. Sekilas, foto itu tampak biasa saja. Namun di baliknya, ada problem layanan publik yang selama ini menjadi keluhan terpendam para difabel tuli. “Pramusaji menjelaskan secara oral dengan terlalu cepat, sehingga aku salah mengerti,” ujar Salsa dalam narasi fotonya. 

Selain problem di ruang publik, deretan foto yang dipamerkan dalam Teman Tuli Bercerita merekam dinamika komunitas tuli dalam dunia pendidikan hingga dunia kerja. Rata-rata masalah yang dirasakan teman tuli adalah miskomunikasi. 

Belum banyak yang memahami kebutuhan teman tuli akan informasi yang jelas dengan bahasa isyarat. “Padahal kami punya hak yang sama (dalam layanan publik dst). Kami butuh jembatan komunikasi,” ujar aktivis tuli Gerakan Kesejahteraan untuk Tuna Rungu Indonesia (Gerkatin) Solo, Aprilian Bima Purnanta, dalam diskusi publik saat penutupan pameran.

Dia melihat sebagian masyarakat belum terlibat aktif dalam mempelajari bahasa isyarat. Padahal, komunitas tuli sebenarnya terbuka dan ingin berkomunikasi dengan masyarakat lain. “Masyarakat masih jadi penonton, belum terlibat. Kami sebenarnya enggak ansos (anti sosial), kami ingin ikut komunikasi dengan semua,” tutur Bima yang juga guru bahasa isyarat itu.   

Advokasi Alternatif

Bima mengapresiasi acara seperti Teman Tuli Bercerita yang dapat menjadi jembatan komunikasi komunitas tuli dengan kalangan luas. Dia melihat seni seperti fotografi dapat menjadi akses advokasi alternatif bagi kalangan difabel tuli. “Advokasi tidak hanya satu jalur. Sekarang kampanye lewat konten video bahasa isyarat juga efektif selain sosialisasi bahasa isyarat di ruang publik.”

Urban Inclusivity Program Officer Kota Kita Foundation, Kirana Putri Prastika, mengatakan kelompok difabel seperti teman tuli seringkali memiliki permasalahan yang jarang terdengar masyarakat luas maupun pemerintah. “Tugas kita bersama bagaimana menjadikan ruang publik bisa menjadi wadah berekspresi beragam karakteristik orang,” ujar Rara, sapaan akrabnya. 

Selain Bima dan Rara, hadir seniman dari Ruang Atas, Chairol Imam, sebagai pemantik diskusi. Seorang peserta diskusi, Cahyadi Kurniawan, mengaku tertarik mempelajari bahasa isyarat setelah mengikuti acara. “Tadi sudah belajar langsung juga. Kelihatannya harus sering dipraktikkan agar tidak lupa,” ujarnya. Pameran foto dan diskusi publik Teman Tuli Bercerita merupakan program kolaborasi Gerkatin Solo, Kota Kita, Ruang Atas dan Voice. Pameran dibuka sejak 21 Mei dan berakhir 28 Mei.