Tembus Rp16.000 per Dolar Amerika, Ada Apa dengan Rupiah?
- Pelemahan rupiah saat ini masih tergolong wajar dibandingkan dengan negara berkembang lainnya.
Perbankan
JAKARTA- Nilai rupiah terhadap dolar Amerika tersungkur dengan menembus Rp16.000. Faktor eksternal dan internal mempengaruhi situasi ini.
Data Google Finance menunjukkan, dolar Amerika berada di level Rp 16.117,8 pada Minggu 14 April 2024. Dolar Amerika cenderung menguat selama 5 hari terakhir. Bahkan, dolar sempat menembus Rp 16.147,5
Sejumlah Bank sudah ada yang melepas dolar AS di atas Rp 16.000. Berdasarkan kurs e-rate, PT Bank Central Asia Tbk atau Bank BCA menetapkan harga beli dolar Amerika Rp 15.950. Sementara, harga jual dolar AS di angka Rp 16.150.
Berdasarkan e-rate, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI menetapkan harga beli dolar AS Rp 15.783. Sementara, harga jual dolar AS Rp 15.886. Sedangkan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI membeli dolar Amerika seharga Rp 15.695. Sedang harga jualnya dipatok Rp 15.995.
- 40 Persen Pemudik akan Kembali ke Jabodetabek Hari Ini
- AP II Prediksi Puncak Arus Balik Terjadi Hari Ini
- Tol Japek Macet Parah, Dua Titik Ini Jadi Biangnya
PT Bank Mandiri (Persero) Tbk masih menetapkan harga beli dolar AS Rp 15.870 mengacu data 5 April 2024. Sementara, untuk harga jualnya Rp 15.890.
Banyak Faktor
Sejumlah pengamat ekonomi pun memberikan penjelasan kenapa rupiah anjlok. Pengamat Ekonomi, Lukman Leong menyebut anjloknnya rupiah saat ini bukanlah suatu hal yang mengagetkan. Hal itu mengingat dolar AS sangat kuat seiring data Inflasi yang naik secara mengejutkan.
Menurutnya peluang the Fed untuk memangkas suku bunga sudah mundur hingga September yang dari semula Juni. Ini artinya pada pertemuan Juli pun the Fed diperkirakan masih akan tetap menahan suku bunga.
“Pelemahan rupiah sangat tidak mengagetkan, mengingat dolar AS sangat kuat sepekan ini. Apalagi setelah data inflasi AS yang secara mengejutkan naik dan di atas perkiraan,” kata Lukman baru-baru ini.
Dalam pandangan Lukman hampir tidak ada sentimen yang positif yang dapat mendukung rupiah saat ini. Data dari China yaitu inflasi yang lebih rendah dari perkiraan serta data perdagangan yang di mana surplus, ekspor dan impor semuanya juga lebih rendah dari perkiraan juga semakin menekan rupiah.
- 10 Idol K-Pop Paling Tajir di Tahun 2024
- 9 Event Kota Solo April 2024, Dari Solo Menari Hingga Bakdan Ing Sriwedari
- 14 Rekomendasi Tempat Wisata untuk Libur Lebaran di Bandung
Satu-satunya harapan yang dapat mendukung rupiah hanyalah intervensi Bank Indonesia (BI) dan kembali menaikkan suku bunga pada pertemuan bulan April ini. “Apabila tidak ada intervensi, rupiah masih akan terus melemah di atas Rp 16.000 per dolar AS,” ujarnya.
Sementara, Pengamat Pasar Uang, Ibrahim Assuaibi menyebut cadangan devisa yang turun karena dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah juga jadi penyebab. Kekhawatiran akan memburuknya konflik di Timur Tengah juga menambah sentiment negatif. Ditambah volume perdagangan regional juga melemah karena libur pasar China.
Terpusah Ekonom Bank Central Asia (BCA), David Sumual menilai pelemahan ini disebabkan oleh penundaan penurunan suku bunga acuan oleh Bank Sentral Amerika (The Fed). "Kemungkinan penurunan suku bunga The Fed bergeser ke kuartal IV 2024 karena ekonomi AS yang masih solid," ujar David dilansir Liputan6.com,
Menurut David, pelemahan rupiah saat ini masih tergolong wajar dibandingkan dengan negara berkembang lainnya.
"Masih wajar. Hitungan saya memang fundamental rupiah harusnya sudah di atas 16.000. Negara-negara berkembang lain banyak yang melemah di atas 5 persen, rupiah hanya 2,5 persen year to date (ytd). Yen Jepang saja sudah melemah 15 persen ytd," tutur dia.
David menambahkan, Bank Indonesia (BI) telah aktif melakukan stabilisasi rupiah sejak bulan lalu. Hal ini berdampak pada cadangan devisa yang turun sekitar US$4 miliar pada Maret 2024.
"Cadangan devisa April kemungkinan juga masih turun karena pembayaran dividen, pembayaran utang dan upaya stabilisasi rupiah oleh BI," kata dia.
Meskipun rupiah mengalami pelemahan, David optimistis bahwa fundamental ekonomi Indonesia masih kuat.
"Saya optimistis fundamental ekonomi Indonesia masih kuat. Pertumbuhan ekonomi masih di atas 5 persen, inflasi masih terkendali, dan neraca perdagangan surplus," ujarnya.
David menghimbau kepada pelaku pasar untuk tetap tenang dan tidak melakukan spekulasi berlebihan. "Pelaku pasar perlu mencermati data dan informasi yang ada dengan seksama dan tidak melakukan spekulasi berlebihan," ujarnya.
Hingga hari ini Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) belum menyatakan kebijakan yang akan diambil untuk menstabilkan rupiah.