Tembus Rp24 Kuadriliun di 2023, Mengapa Ahli Prediksi Pasar Barang Branded Tahun Ini Lesu?
Dunia

Tembus Rp24 Kuadriliun di 2023, Mengapa Ahli Prediksi Pasar Barang Branded Tahun Ini Lesu?

  • Pergeseran ini disebut-sebut menunjukkan peralihan dari pembelian impulsif ke arah konsumsi yang lebih bijaksana.

Dunia

Rumpi Rahayu

JAKARTA - Dr Daniel Langer, founder dan CEO perusahaan konsultan barang mewah, Équité memproyeksikan pasar barang branded di tahun 2024 nanti lebih lesu dibandingkan tahun 2023. 

“2024 akan mendesinisikan ulang arti dari kemewahan” terang Daniel dikutip TrenAsia.com dari laman Jing Daily pada Jum’at, 12 Januari 2024. 

Laporan terbaru dari Bain & Company dan Altagamma menunjukkan bahwa tahun lalu, pasar barang mewah global mencapai nilai US$1,6 triliun atau setara Rp24 kuadriliun (kurs Rp15.000). 

Nilai ini tumbuh antara 8% hingga 10% di semua kategori. Namun tampaknya pertumbuhan ini tak menjamin tren yang sama di 2024 dan para ahli memperirakan bahwa pembeli akan menjadi lebih hemat dalam pengeluaran mereka. 

Lebih lanjut, Daniel mengungkapkan alasan dibalik proyeksi tren pasar barang branded yang bakal lesu di tahun 2024 ini. 

Alasan pertama yaitu klien yang mulai menilai kembali investasi mereka. “Perubahan dari selera terhadap kemewahan yang belum pernah terjadi sebeluma yang menjadi ciri era pascapandemi,” terang Daniel. 

Daniel sendiri memperkirakan di tahun ini akan terjadi perlambatan pertumbuhan pasar yang signifikan dan akan stabil pada tingkat historis sekitar 4-7%. 

Selanjutnya, konsumen yang semakin cerdas juga turut menjadi penyebab melorotnya tren penjualan barang merah ini. 

“Mengingat tingginya harga, klien berharap untuk menerima nilai lebih. Sebuah ekspektasi yang sulit dipenuhi oleh banyak merek,” sebut Daniel. 

Orang-orang di balik merek branded dan para pelanggan barang mewah ini menungkapkan sentrimen yang sama yitu banyak pengalaman klien yang tidak memenuhi janji yang dibuat oleh merek. 

Kesenjangan ini tidak hanya berdampak pada pemberian layanan namun juga meluas pada kualitas produk dalam beberapa kasus.

Pergeseran ini disebut-sebut menunjukkan peralihan dari pembelian impulsif ke arah konsumsi yang lebih bijaksana. 

Tren ini juga merupakan indikasi jelas meningkatnya pengaruh Gen Z dalam pembelian barang mewah. Selain menjadi generasi yang paling terhubung secara digital, ekspektasi mereka melampaui ekspektasi para pendahulunya.

Selain itu, mereka juga menunjukkan loyalitas yang lebih rendah terhadap merek-merek yang sudah mapan layaknya generasi sebelumnya. Gen Z juga memiliki kecenderungan mencari value merek yang pas dan sesuai dengan diri mereka. 

“Dalam beberapa tahun terakhir, banyak merek semakin berpuas diri, memprioritaskan klien mereka yang sudah mapan dan mengabaikan Gen Z. Namun, mengingat demografi ini mencakup lebih dari 20% pembelian barang mewah di seluruh dunia dan sekitar 30% di Tiongkok, merek-merek yang gagal terhubung dengan konsumen muda ini dapat menghadapi tantangan yang signifikan,” pungkas Daniel.