<p>Manajemen PT Barito Pacific Tbk. melakukan paparan publik tahunan, Jumat 29 November 2019 di Wisma Barito Pasific/ www.barito-pacific.com</p>
Industri

Terbitkan Green Bonds Rp16,1 Triliun, Peringkat Barito Pacific Justru Negatif

  • Anak usaha Barito Pacific yakni Star Energy Geothermal (Salak-Darajat) BV telah menerbitkan surat utang green bonds senilai US$1,11 miliar setara Rp16,1 triliun (kurs Rp14.700 per dolar AS). Saat itu, pemesanan surat utang green bond ini mengelami kelebihan permintaan (oversubscribed) sampai US$2,8 miliar dengan 106 akun.

Industri

Fajar Yusuf Rasdianto

JAKARTA – PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) merevisi rating proyeksi emiten milik konglomerat Prajogo Pangestu, PT Barito Pacific Tbk (BRPT) dari stabil menjadi negatif. Revisi tersebut dilakukan untuk mengantisipasi rendahnya arus kas masuk dari anak perusahaan BRPT yang saat ini bergerak dalam bidang petrokimia, yakni PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA).

Dalam keterangan resminya, Pefindo menyebut, TPIA saat ini berada pada peringkat ‘iDAA-‘ atau negatif lantaran harga komoditas yang sedang murah. Sementara di sisi lain, beban finansial perseroan dalam waktu dekat akan meningkat cukup tajam.

Diketahui pada Agustus 2020, Barito Pacific sempat mendapatkan pinjaman dari Bank Bangkok sebesar US$252,7 juta. Dana tersebut digunakan untuk pengembangan proyek pembangkit listrik ultra-super critical 2×1.000 megawatt yang dikerjakan PT Indo Raya Tenaga.

“Rasio pinjaman bersih terhadap EBITDA (earning before interest, taxt, depreciation and amortization) dan FFO (fund from operations) terhadap pinjaman BRPT diproyeksikan akan melemah menjadi 4,4x dan 7,6% secara rata-rata untuk dua tahun ke depan dibandingkan 3,3x dan 9,9% per posisi 31 Desember 2019,” tulis Manajemen Pefindo dalam keterangan resminya, Jumat 9 Oktober 2020.

Namun Pefindo menegaskan, peringkat negatif ini bisa direvisi menjadi stabil jika kinerja BRPT membaik. Serta, kata Pefindo, profil keuangan anak perusahaan bisa kembali memberikan arus kas tinggi secara berkelanjutan.

Sebaliknya, peringkat akan diturunkan jika profil keuangan perusahaan terus memburuk. Bersamaan dengan faktor lainnya, yakni utang anak perusahaan menjadi lebih tinggi.

“Peringkat ini belum memperhitungkan belanja modal tambahan yang didanai dari utang untuk pembangunan naptha cracker kedua di bawah anak perusahaan BRPT, karena keputusan final belum ditetapkan,” terang Pefindo.

Presiden Joko Widodo bersama pemilik Chandra Asri Petrochemical Prajogo Pangestu dan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita. / Facebook @chandraasripetrochemicalofficial
Peringkat Utang Bagus

Saat bersamaan, Pefindo justru memberikan peringkat ‘iDA’ untuk Obligasi Berkelanjutan I Barito Pacific dengan maksimum Rp1,5 triliun. Peringkat tersebut mencerminkan, pangsa pasar di bisnis utama perseroan, yaitu sektor panas bumi masih cukup kuat.

Bisnis itu akhirnya menjadi pelindung atas siklus bisnis BRPT di sektor petrokimia yang tengah meredup.

“Ini juga didukung dengan pembagian dividen yang baik dari anak usaha inti perseroan. Selain itu perseroan dinilai memiliki finansial yang jauh lebih baik ketimbang obligor lainnya di Indonesia,” pungkas Pefindo.

Sebelumnya diketahui, anak usaha Barito Pacific yakni Star Energy Geothermal (Salak-Darajat) BV telah menerbitkan surat utang green bonds senilai US$1,11 miliar setara Rp16,1 triliun (kurs Rp14.700 per dolar AS). Saat itu, pemesanan surat utang green bond ini mengelami kelebihan permintaan (oversubscribed) sampai US$2,8 miliar dengan 106 akun.

Untuk diketahui, Barito Pacific sendiri dimiliki oleh konglomerat Prajogo Pangestu. Dia duduk di posisi ke-19 orang terkaya Indonesia versi Forbes 2019 dengan total harta sebanyak US$4,6 miliar atau setara Rp106,4 triliun. Prajogo diketahui merupakan pemegang saham mayoritas dari BRPT dengan total kepemilikan 71,16%. (SKO)