Terburuk Sejak 1980, Ekonomi Jepang Minus 27,8 Persen
JAKARTA – Pemerintah Jepang mengabarkan kinerja ekonomi pada kuartal II-2020 jeblok hingga minus 27,8% atau menjadi yang terburuk sepanjang sejarah Jepang sejak 1980. Negara dengan perekonomian terbesar ketiga di dunia setelah Amerika Serikat dan China itu harus menelan pil pahit lantaran ekonomi Jepang mengalami penurunan 0,6% pada kuartal pertama 2020, atau penurunan tahunan sebesar 2,2%. […]
Nasional & Dunia
JAKARTA – Pemerintah Jepang mengabarkan kinerja ekonomi pada kuartal II-2020 jeblok hingga minus 27,8% atau menjadi yang terburuk sepanjang sejarah Jepang sejak 1980.
Negara dengan perekonomian terbesar ketiga di dunia setelah Amerika Serikat dan China itu harus menelan pil pahit lantaran ekonomi Jepang mengalami penurunan 0,6% pada kuartal pertama 2020, atau penurunan tahunan sebesar 2,2%.
Penyebabnya, ekonomi Jepang ambles setelah lemahnya penerimaan pajak, permintaan yang melambat dari China, dan serangkaian bencana alam pada musim gugur. Hal ini membuat Jepang menjadi yang pertama di antara negara-negara besar yang secara resmi jatuh ke dalam resesi ketika pandemi melanda.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
“Total dampak pandemi terhadap perekonomian hingga saat ini hampir sama dengan krisis keuangan 2008,” kata Michinori Naruse. Dia adalah ekonom di Japan Research Institute, melansir dari New York Times, Senin, 17 Agustus 2020.
Darurat Nasional
Mimpi buruk Jepang dimulai pada April dan Mei 2020. Ketika itu Perdana Menteri Shinzo Abe mengumumkan keadaan darurat nasional dalam upaya penanganan COVID-19.
Meskipun, pemerintah Jepang memutuskan untuk tidak mengunci negaranya secara total, namun aktivitas ekonomi masih menurun secara signifikan karena pekerja dan konsumen memilih untuk tetap tinggal.
Namun, gelontoran dana stimulus pemeirntah yang besarannya mencapai 40% dari produk domestik bruto (PDB). Termasuk di antaranya pemberian tunai dan pinjaman tanpa bunga, mulai memberikan dampak positif bagi masyarakat.
“Kami mengalami pukulan besar pada April dan Mei, tetapi ekonomi mencapai titik terendah pada bulan Mei. Kemudian Juni kami benar-benar rebound yang cukup besar,” kata Izumi Devalier, kepala ekonom Jepang di Bank of America Merrill Lynch.
Sinyal pemulihan tersebut sebagian besar didorong oleh berakhirnya keadaan darurat pada akhir Mei. Sejak itu, pekerja mulai kembali ke kantor dan konsumen kembali ke toko, dan juga didukung oleh subsidi pemerintah.
Pemulihan juga ditandai dengan peningkatan tajam penjualan ritel pada Juni lalu. Produksi dan ekspor industri juga meningkat serta tingkat pengangguran turun sepersepuluh poin menjadi 2,8% selama bulan Juni.