Terdapat Selisih Anggaran Rp803 miliar dalam Laporan Keuangan WIKA periode 2023
- Selisih tersebut disebabkan oleh beberapa perbedaan dalam pos-pos laporan keuangan, terutama pada saldo ekuitas, beban penyusutan, dan penghapusan aset.
BUMN
JAKARTA – Terdapat selisih anggaran sebesar Rp803 miliar dalam laporan keuangan PT Wijaya Karya (Tbk) periode 2023, khususnya dalam pos-pos saldo ekuitas, beban penyusutan, dan penghapusan pekerjaan dalam proses konstruksi.
Total selisih dalam catatan laporan tersebut termasuk di dalamnya penghapusan investasi properti senilai Rp258,6 miliar, karena adanya pos pembatalan pembelian investasi properti, yang menjadi bagian dari penghapusan daftar properti senilai Rp649,9 miliar. Penghapusan properti investasi ini dalam laporan keuangan Perusahaan mengakibatkan munculnya selisih dalam pos tersebut senilai Rp391,3 miliar.
Mengenai selisih pencatatan dalam laporan keuangan tersebut wartawan TrenAsia.com mengonfirmasikan mengenai hal itu Corporate Secretary Wijaya Karya Mahendra Wijaya dan Head of Investor Relation Wijaya Karya William. Namun, hingga tulisan ini ditayangkan, kedua pihak yang menjadi juru bicara Perusahaan tersebut belum memberikan tanggapannya.
Adapun rincian selisih anggaran senilai Rp803 miliar itu meliputi selisih pada saldo ekuitas yang timbul akibat adanya perbedaan nilai pada beberapa komponen ekuitas, seperti perubahan ekuitas entitas anak, saldo defisit, dan kepentingan non-pengendali.
Pertama, menurut laporan terlihat perubahan Ekuitas Entitas Anak mengalami penurunan sebesar Rp56,5 miliar, kemudian saldo defisit mengalami peningkatan sebesar Rp67,7 miliar serta
kepentingan Non-Pengendali mengalami penurunan sebesar Rp11,2 miliar.
Kedua, dalam laporan keuangan Perseroan tersebut juga terlihat adanya selisih penyajian beban ebesar Rp115,1 miliar pada aset kerjasama operasi. Dalam laporan auditor disebutkan bahwa beban penyusutan ini seharusnya dicatat pada laporan laba rugi, namun justru hanya tercatat pada catatan akumulasi penyusutan.
Kondisi ini menyebabkan laporan keuangan tidak sepenuhnya mencerminkan beban penyusutan pada periode tersebut, sehingga menyebabkan adanya perbedaan nilai pada laporan laba rugi.
Ketiga, adanya selisih atas penghapusan Pekerjaan Dalam Proses Konstruksi (PDPK)di mana dalam laporan itu terdapat perbedaan antara pengurangan yang dicatat dalam daftar PDPK dan yang dicatat dalam laporan laba rugi, dengan selisih sebesar Rp296,8 miliar.
Dalam laporan keuangan, penghapusan pada daftar aset PDPK tercatat sebesar Rp1,05 triliun, sedangkan penghapusan pada catatan laba rugi tercatat sebesar Rp763,1 miliar. Perbedaan ini menghasilkan selisih yang signifikan, yang turut menyumbang pada nilai penyimpangan laporan keuangan keseluruhan.
Keempat, terlihat adanya selisih akibat Penghapusan Properti Investasi, dimana, dalam laporan tersebut terlihat perbedaan antara properti yang dihapuskan dalam daftar aset dengan pengakuan biaya pada laporan laba rugi. Penghapusan properti investasi ini mengakibatkan selisih sebesar Rp391,3 miliar.
Faktor yang mempengaruhi selisih ini di antaranya adalah penghapusan pada daftar properti sebesar Rp649,9 miliar dan pembatalan pembelian properti investasi sebesar Rp258,6 miliar. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan antara pengakuan aset dengan pengakuan biaya yang berdampak pada laporan laba rugi secara keseluruhan.