<p>Ilustrasi perdagangan berjangka Binomo / Binomodemo.com</p>
Fintech

Terima Dana hingga Rp125,2 Miliar dalam Setahun, Pemilik Binomo Dipastikan Berada di Karibia

  • Dari hasil penelusuran, diketahui bahwa pihak yang diduga pemilik Binomo dipastikan berada di Kepulauan Karibia.

Fintech

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) masih melakukan penelusuran aliran dana binary option Binomo. Dari hasil penelusuran, diketahui bahwa pihak yang diduga pemilik Binomo dipastikan berada di Kepulauan Karibia. 

Kepala PPATK Ivan Yustivandana mengatakan, PPATK terus menelusuri aliran uang yang dikategorikan sebagai transaksi mencurigakan terkait dengan kasus Binomo. Sejauh ini, sudah ada 29 rekening yang dihentikan transaksinya oleh pihak PPATK. 

"Saat ini penghentian sementara transaksi dilakukan terhadap 29 rekening dengan jumlah nominal sebanyak Rp7,2 miliar,” ungkap Ivan sebagaimana dikutip dari keterangan tertulis, Jumat, 18 Maret 2022. 

Penghentian transaksi itu menambah jumlah rekening yang dibekukan menjadi 150 rekening dengan total uang senilai Rp361,2 miliar. Sementara itu, PPATK juga berkoordinasi dengan Financial Intelligence Unit (FIU) dari negara lain untuk terus melakukan pelacakan aliran dana. 

Menurut Ivan, berdasarkan hasil koordinasi dengan FIU di luar negeri, diketahui ada aliran dana keluar negeri dalam jumlah besar ke rekening bank yang berlokasi di Belarusia, Kazahkstan, dan Swiss.

Ivan pun mengungkapkan, penerima dana yang diduga sebagai pemilik platform Binomo berada di Kepulauan Karibia dengan total dana yang masuk sebesar 7,9 juta Euro atau setara dengan Rp125,2 miliar dalam asumsi kurs Rp15.857 per-Euro. Dana itu masuk selama periode September 2020 hingga Desember 2021. 

Dana itu kemudian ditransfer kembali ke penerima akhir, yakni entitas pengelolas sejumlah situs judi online yang terafiliasi dengan situs judi di Rusia. Selain itu, ditemukan juga aliran dana kepada pemilik toko arloji sebesar Rp19,4 miliar dan pemilik showroom mobil sebesar Rp13,2 miliar.

“Dari hasil analisis PPATK juga menemukan upaya menyamarkan atau mengaburkan pihak penerima dana yang diketahui masih di bawah umur (balita)," kata Ivan.