Terkecil di Asia, YLKI Desak Peringatan Kesehatan Bergambar di Bungkus Rokok Diperbesar
JAKARTA – Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mendesak pemerintah memperbesar peringatan kesehatan bergambar (Pictorial Health Warning/ PHW) yang saat ini sebesar 40% di bungkus rokok. Dalam hal ini, YLKI mengacu pada UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 pada pasal 4 disebutkan bahwa konsumen ber hak atas kenyamanan, keamanan, keselamatan dan berhak mendapatkan informasi yang […]
Industri
JAKARTA – Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mendesak pemerintah memperbesar peringatan kesehatan bergambar (Pictorial Health Warning/ PHW) yang saat ini sebesar 40% di bungkus rokok.
Dalam hal ini, YLKI mengacu pada UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 pada pasal 4 disebutkan bahwa konsumen ber hak atas kenyamanan, keamanan, keselamatan dan berhak mendapatkan informasi yang benar, jelas dan jujur dalam hal ini bahaya produk prokok.
“Kaitannya dengan upaya penurunan perokok di Indonesia, terutama konsumen anak, pemerintah wajib menginformasikan kepada publik secara proaktif dan terbuka,” kata Ketua YLKI, Tulus Abadi dalam keterangan tertulis, Selasa, 29 September 2020.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
Saat ini, besaran PHW di Indonesia adalah yang terkecil di tingkat Asia, yaitu 40% saja. Masih kalah jauh bila dibandingkan dengan Malaysia yang sudah 55%, Singapura 75% bahkan Timor Leste 92,5%.
YLKI khawatir, PHW yang terlalu kecil mengurangi efektivitas penyampaian informasi bahaya merokok ke konsumen. Peringatan ini menjadi refleksi terhadap keberadaan regulasi pengendalian tembakau di Indonesia yaitu PP 109/ 2012.
Menurut Tulus, PP tersebut sudah tidak lagi efektif untuk melindungi masyarakat konsumen, baik konsumen perokok aktif, pasif maupun calon perokok pemula, terutama kelompok anak.
Pasalnya, prevalensi perokok anak terus melonjak tinggi sejak 2013 sebesar 7,2% menjadi 9,1% pada 2018. Alhasil, target yang tertuang dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) 2014-2019 bahwa perokok anak hanya 5,4% hanyalah coretan belaka alias gagal.
Dengan demikian, pada jilid kedua kepemimpinannya, Presiden Joko Widodo telah membuat target baru dalam RPJMN 2020-2024, yaitu prevalensi perokok anak di Indonesia turun menjadi 8,7%.
“Meskipun dari prevalensi yang ada hanya turun sebesar 0,4% tetap patut diapresiasi,” tambah dia.
Untuk itu, perbesaran ukuran PHW dinilai sebagai cara yang paling efektif dan efisien sebab pemerintah tidak perlu mengeluarkan biaya sepeserpun.