<p>Gedung BRI. / Dok. PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk</p>
Korporasi

Terlalu Mendominasi Holding BUMN Ultra Mikro, BRI Berpotensi Kerdilkan Pegadaian dan PNM

  • Direktur riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah mengatakan, terdapat ketimpangan dalam holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Ultra Mikro yang sedang dibentuk pemerintah.

Korporasi
Muhamad Arfan Septiawan

Muhamad Arfan Septiawan

Author

JAKARTA – Direktur riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah mengatakan, terdapat ketimpangan dalam holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Ultra Mikro yang sedang dibentuk pemerintah.

Menurut Piter, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau Bank BRI dalam holding BUMN ultra mikro justru dapat melemahkan kinerja PT Pegadaian (Persero) dan PT Permodalan Nasional Madani (Persero) atau PNM.

“BRI sudah terlalu besar untuk kemudian dicantolkan di dalamnya (holding BUMN ultra mikro). Kalau itu yang terjadi BRI akan menjadi lebih besar dan akan mengambil market PMN dan Pegadaian,” kata Piter dalam diskusi di balik Rencana Merger BRI-Pegadaian: Ketika Kultur Nasabah yang Berbeda Terancam Sirna, Kamis 8 April 2021.

Ketimpangan ini bisa ditelisik dari total aset ketiga perusahaan pelat merah ini. Total aset PNM pada 2020 mencapai Rp31,7 triliun, naik 27% dari sebelumnya Rp25 triliun pada 2019. Aset PNM dua kali lebih kecil ketimbang Pegadaian.

Aset Pegadaian tumbuh subur dari Rp65,32 triliun pada 2019 menjadi Rp71,46 triliun pada 2020. Namun, aset kedua perusahaan yang jauh lebih kecil dibandingkan Bank BRI yang sebesar Rp1.511,8 triliun pada 2020 atau naik tipis dibandingkan 2019 yang sebesar Rp1.416,76 triliun.

Kehilangan Fungsi Pegadaian dan PNM

Piter mengungkap, negara bisa kehilangan fungsi kelembagaan pada Pegadaian dan PNM. Mengingat dua lembaga milik pemerintah itu merupakan entitas yang berbentuk pegadaian serta jasa keuangan yang fokus menyasar Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).

“Pengalaman saya, dalam satu entitas yang besar seringkali fungsi yang kecil terabaikan. BRI sudah terlalu besar, maka fungsi dua entitas ini bisa terabaikan karena didominasi oleh BRI,” papar Piter.

Menurut ekonom senior Faisal Basri, rasio kredit terhadap UMKM bisa dimaksimalkan BRI dengan melakukan akuisisi terhadap bank komersial lain. Akuisisi itu dinilainya lebih tepat karena secara kelembagaan mau pun entitas bisnis sama-sama berbentuk perbankan.

“Beli, akuisisi, nah jadi besar dia, beli Bank Muamalat misalnya, Bank Bukopin supaya konsolidasi bank terjadi, thats the way untuk konsolidasi bank, kan bank di Indonesia tidak konsolidasi, ya solusinya konsolidasi, bukan konsolidasi dengan yang lain (Pegadaian dan PNM),” kata Faisal dalam kesempatan yang sama

Untuk diketahui, pembentukan holding BUMN ultra mikro in bertujuan mengerek rasio kredit UMKM hingga 30%. Pasalnya, rasio kredit UMKM Indonesia hingga 2020 masih berada di angka 19,7%. Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menkop UKM) menilai, BUMN ultra mikro ini bisa menjadi garda utama pembiayaan ke UMKM.

“Kita berharap porsi kredit perbankan untuk UMKM setidaknya bisa naik jadi 30 persen dengan dorongan dari pembentukan holding ini,” kata Teten beberapa waktu lalu.

Hal ini, menurut Faisal, tidak sepenuhnya bisa dicapai hanya dengan BUMN ultra mikro. Secara fundamental, inklusi keuangan tidak dapat dicapai karena BUMN ultra mikro diklaim Faisal hanya solusi parsial saja.

“Ujung tombak pembangunan inklusif bukan dengan cara itu kita lakukan. Kemudian, justru bertentangan dengan gagasan memajukan UMKM, maunya totalitas tapi dengan holding itu sangat parsial, keuangan saja yang diurusi,” jelas Faisal.

Terlebih, akses masyarakat terhadap lembaga keuangan formal masih minim. Menurut data dari Kementerian Koperasi dan UKM bersama BRI, sebanyak 30 juta pelaku UMKM tercatat tidak memiliki akses layanan keuangan formal meliputi bank, financial technology (fintech), mau pun Pegadaian. Sementara jumlah UMKM yang bankable baru mencapai 15 juta pelaku usaha.

Efek lain yang dapat muncul dari holding BUMN ultra mikro adalah sulitnya pengawasan pemerintah terhadap Pegadaian dan PNM. Hal ini terjadi karena secara kelembagaan, dua entitas itu sudah masuk ke dalam ekosistem Bank BRI.

“Ketiadaan akses langsung negara terhadap Pegadaian dan PMN mengurangi fungsi kontrol negara terhadap BUMN yang sudah tidak lagi berstatus BUMN,” kata Anggota Komisi XI DPR Anis Byarwati yang ikut hadir dalam diskusi.