nuklir chernobyl.jpg
Dunia

Ternyata, AS Rutin Kirim Dana Rp14,8 Triliun per Tahun ke Rusia untuk Pengembangan Nuklir

  • Perusahaan AS dilaporkan masih mengirim dana ke badan nuklir milik negara Rusia.

Dunia

Rizky C. Septania

WASHINGTON - Perusahaan Amerika Serikat (AS)dilaporkan masih mengirim dana ke badan nuklir milik negara Rusia. Hal ini dilakukan meski Presiden Joe Biden berjanji untuk melumpuhkan ekonomi Rusia.

Menurut sebuah laporan di The New York Times, Jumat, 16 Juni 2023, dana tersebut dikucurkan untuk pembayaran untuk uranium yang diperkaya. Dana tersebut merupakan salah satu sumber uang tunai terbesar dari AS ke Rusia sejak terkena sanksi luas untuk invasi ke Ukraina.

Adapun aluran dana untuk uranium yang diperkaya diterima oleh anak perusahaan Rosatom, badan nuklir milik negara Rusia. Rosatom sendiri dilaporkan telah menjalankan pembangkit listrik tenaga nuklir Zaporizhzhia Ukraina sejak penangkapan paksa pada Maret 2022 .

Tak tanggung-tanggung, perusahaan AS yang tak dirinci namanya itu menghabiskan sekitar US$1 miliar atau kisaran Rp14,8 triliun asumsi kurs Rp14.800 per dolar AS) pada tahun 2022 untuk membeli bahan bakar nuklir dari Rosatom.

Tahun ini, analis yang bekerja untuk think tank keamanan yang berbasis di Inggris, Royal United Services Institute, Darya Dolzikova menjabarkan bahwa AS mengimpor uranium yang diperkaya senilai US$411,5 juta atau Rp6,1 triliun antara Januari dan Maret 2023.

Janji Biden Hancurkan Ekonomi Rusia

Dalam pidato kenegaraannya tahun lalu, Biden berjanji untuk menghancurkan ekonomi Rusia.  Biden mengatakan bahwa AS akan menyakiti Rusia dan mendukung rakyat Ukraina.

"Putin sekarang lebih terisolasi dari dunia," kata Biden kala itu.

Sementara AS telah mengeluarkan sanksi luas terhadap Rusia. Bahan bakar nuklir adalah salah satu dari sedikit sumber energi yang belum dilarang oleh Barat.

Mengutip Politico, Gedung Putih memang memberlakukan beberapa sanksi terhadap Rosatom dan beberapa eksekutifnya pada akhir Februari. Namun, perusahaan-perusahaan Barat terus menjalin hubungan yang erat dengan perusahaan atom, yang mendominasi rantai pasokan nuklir.

"Saya pikir adil untuk mengatakan bahwa mungkin dalam hal sanksi [bahan bakar nuklir] telah sedikit di bawah radar," kata wakil direktur Lembaga Kebijakan Lingkungan dan Masyarakat Pusat Chatham House yang berbasis di London,  Antony Froggatt.

Secara proporsional, pasar bahan bakar nuklir mewakili sebagian kecil dari jumlah uang yang hilang oleh Rusia karena sanksi. Namun US$1 miliar atau Rp14,8 triliun memang mewakili bagian penting dari pendapatan luar negeri Rosatom, yang diperkirakan mencapai US$8 miliar per tahun atau Rp111,8 triliun.

"Seharusnya tidak ada sektor yang dikecualikan dari pengawasan. Meskipun secara finansial mungkin kurang penting, saya pikir untuk pemerataan kebijakan yang menyeluruh itu harus diletakkan terhadap semua sumber energi," " kata Froggatt.

Ketergantungan AS Pada Nuklir Rusia

Rusia diketahui telah mengekspor uranium yang diperkaya dengan harga murah ke AS sejak Perang Dingin. Itu sebagian karena dominasi Rusia di pasar global.

Mengutip The Times, saat ini Rusia memasok sekitar 43% dunia dengan uranium yang diperkaya. Di sisi lain, AS hampir berhenti memperkaya uraniumnya. Inilah yang kemudian
menjadikan AS tergantung secara komersial pada Rusia. Ikatan tersebt tidak mudah diputuskan.

Menurut The New York Times, sekitar sepertiga uranium yang diperkaya yang digunakan di AS sekarang diimpor dari Rusia.Ketergantungan bahan bakar nuklir Rusia ternyata tak hanya terjadi pada AS.

Foggart mengatakan, saat ini Sejumlah negara Eropa tengah masih memiliki pembangkit listrik tenaga nuklir era Soviet untuk beroperasi. Hal tersebut menjadikan sejumlah negara sangat bergantung pada Rosatom agar tetap berfungsi.