<p>Kapal asing ilegal yang ditangkap tengah mencuri ikan di perairan Indonesia. / Dok. KKP</p>
Industri

Ternyata Belum Semua Pipa Tergambar pada Peta Laut Indonesia

  • JAKARTA – Peta laut Indonesia disebut belum menggambarkan seluruh pipa atau kabel bawah laut untuk mendeteksi listrik dan tsunami. Direktur Teknik dan Lingkungan Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Wakhid Hasyim mengatakan, pipa dan kabel bawah laut merupakan obyek vital nasional yang harus dijaga dan dikelola.  “Perlu dilakukan penataan ulang ke dalam rencana […]

Industri
Aprilia Ciptaning

Aprilia Ciptaning

Author

JAKARTA – Peta laut Indonesia disebut belum menggambarkan seluruh pipa atau kabel bawah laut untuk mendeteksi listrik dan tsunami.

Direktur Teknik dan Lingkungan Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Wakhid Hasyim mengatakan, pipa dan kabel bawah laut merupakan obyek vital nasional yang harus dijaga dan dikelola. 

“Perlu dilakukan penataan ulang ke dalam rencana tata ruang laut dan zonasi untuk kepentingan keselamatan dan keamanan pelayaran,” seperti yang dikutip TrenAsia.com dalam keterangan tertulis, Jumat, 19 Maret 2021.

Selain itu, penataan tersebut juga berguna untuk pengamanan dan efektivitas pemanfaatan perairan laut untuk kepentingan pipa penyalur dalam kegiatan migas.

Terkait penataan tersebut, Wakhid menjelaskan pemerintah telah membentuk tim nasional. Menteri ESDM akan bertindak sebagai salah satu anggota tim pengarah, lalu ada Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi yang bertugas sebagai anggota tim pelaksana.

Sementara itu, Direktur Teknik dan Lingkungan Minyak dan Gas Bumi ditetapkan sebagai anggota tim teknis.

Untuk data teknis yang akan digunakan, meliputi jalur pipa penyalur, koordinat, dimensi pipa, tekanan dan temperatur, tahun pembuatan, umur layan desain, kedalaman laut, serta Dokumen Daerah Terbatas dan Terlarang (DTT).

“Sudah disepakati ada 217 jalur koridor dan 208 beach main hole di seluruh Indonesia,” tuturnya.

Nantinya, alur pipa atau kabel ini dapat dievaluasi satu kali dalam lima tahun. Namun, sewaktu-waktu evaluasi juga dapat dilakukan oleh kementerian/lembaga terkait apabila terjadi perubahan kebijakan nasional yang bersifat strategis yang menyakut kondisi lingkungan atau bencana.