Ternyata dari 34 Smelter Nikel Indonesia, Hanya 4 Smelter yang Bisa Produksi Bahan Baku EV
- Baru 4 smelter yang dapat memproduksi bahan baku kendaraan listrik (EV) atau hilirisasi.
Industri
JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengungkapkan, dari total 34 smelter nikel yang beroperasi di Indonesia, ternyata baru 4 smelter yang dapat melakukan hilirisasi untuk memproduksi bahan baku kendaraan listrik atau electric vehicle (EV).
Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin Taufik Bawazier mengatakan keempat smelter tersebut menggunakan metode hidrometalurgi dengan pendekatan HPAL yang menghasilkan mixed hydroxide precipitate (MHP).
"Ada 3 perusahaan yang beroperasi, konstruksi belum ada, dan FS (feasibility study) ada 1," jelasnya saat RDP Komisi VII DPR, dilansir Jumat, 9 Juni 2023.
- Google Rilis Upaya Perlindungan Pengguna dari AI
- Macan Tutul Mulai Tumbang di Perang Ukraina
- Kordsa Resmikan Pusat Teknis Pertamanya di Wilayah Asia Pasifik
Taufik menyebutkan, keempat perusahaan smelter tersebut yakni PT Huayue Nickel Cobalt dengan produksi MHP 400.000 ton per tahun, PT Halmahera Persada Lygend dengan produksi MHP sebesar 365.000 ton per tahun.
Ketiga ada PT QMB New Energy Material dengan produksi 150.000 ton per tahun dan PT Kolaka Nickel Indonesia paling kecil dengan produksi 120.000 ton per tahun.
Dalam industri nikel pirometalurgi yang menghasilkan produk nickel pig iron (NPI), feronikel, dan nickel matte, perusahaan yang telah beroperasi di Indonesia saat ini sebanyak 34 smelter, kemudian dalam proses konstruksi 17 smelter.
Sisa 6 smelter masih dalam feasibility study. Smelter tersebut tersebar di Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Maluku Utara, Banten, dan Kalimantan Selatan.
Adapun untuk nilai ekspor produk hilirisasi bijih nikel Indonesia masih didominasi oleh feronikel dengan kuantitas 5,7 juta ton dengan nilai US$13 miliar. Kementerian Perindustrian memperhitungkan, kebutuhan nikel untuk baterai kendaraan listrik pada 2025 sebesar 25.133 ton, kemudian di 2030 sebesar 37.699 ton, dan di 2035 sebanyak 59.506 ton.