Ternyata Harga Keekonomisan Pertamax dan Pertalite Beda Tipis, Segini Jika Tak Disubsidi!
- PT Pertamina (Persero) mencatatkan berapa seharusnya harga keekonomian bahan bakar Minyak (BBM) jika tidak mendapat subsidi dari pemerintah.
Nasional
JAKARTA - PT Pertamina (Persero) mencatatkan berapa seharusnya harga keekonomisan bahan bakar Minyak (BBM) jika tidak mendapat subsidi dari pemerintah. Terutama untuk Pertalite, Pertamax dan LPG.
Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Nicke Widyawati mengungkapkan kenaikan harga minyak yang sangat tinggi mengakibatkan beberapa negara mengalami krisis energi. Dengan peningkatan harga minyak dan gas, menyebabkan tantangan berat di sektor hilir adalah harga keekonomian produk meningkat tajam.
“Kita masih menahan dengan harga Rp12.500 (per liter), karena kita juga pahami kalau Pertamax kita naikkan setinggi ini, maka shifting ke Pertalite akan terjadi, dan tentu akan menambah beban negara,” ujar Nicke dalam keterangan resminya.
- Terbaru, Berikut Daftar Harga Listrik 2022 Bagi Pelanggan Non-Subsidi
- Anthoni Salim, sang 'Raja' Sektor Konsumer RI
- Jalan Tol Semarang-Demak Mula Pasang Trial Embankment, Tanggul Laut akan Dikerjakan pada 2023
Bila dibandingkan dengan harga keekonomian, harga jual BBM dan LPG yang ditetapkan Pemerintah sangat rendah. Per Juli 2022, untuk Solar CN-48 atau Biosolar (B30), dijual dengan harga Rp5.150 per liter, padahal harga keekonomiannya mencapai Rp18.150 per liter. Jadi Pemerintah membayar subsidi Rp13.000 per liter.
Untuk Pertalite, dipatok dengan harga Rp7.650 per liter, sedangkan harga pasar saat ini adalah Rp17.200 per liter. Sehingga Pemerintah mensubsidi Rp 9.550 per liternya. Untuk harga Pertamax, Pertamina masih mematok harga Rp12.500 per liter. Padahal untuk RON 92 secara keekonomian harga pasar telah mencapai Rp17.950.
Demikian juga untuk LPG PSO atau 3 kg, dimana sejak 2007 belum ada kenaikan, harganya masih Rp4.250 per kilogram. Jadi subsidi dari pemerintah adalah Rp11.448 per kg.
Bila tren ini terus berlanjut, maka diprediksi Pertalite dan Solar akan melebihi kuota yang ditetapkan Pemerintah. Oleh karena itu, Pemerintah sedang melakukan revisi dari Perpres No.191 tahun 2014, khususnya mengenai kriteria kendaraan yang berhak menggunakan BBM subsidi.