Bank Rakyat Indonesia
Industri

Ternyata, Ini Penyebab NPL Bank BRI Naik hingga 3,12 Persen

  • Restrukturisasi membuat kualitas aset Bank BRI turun, terlihat dari angka kredit macet (NPL) yang naik.
Industri
Muhamad Arfan Septiawan

Muhamad Arfan Septiawan

Author

JAKARTA – Restrukturisasi kredit masih ditempuh pelaku industri perbankan kepada debitur yang terdampak pandemi COVID-19. Proses restrukturisasi ini yang membuat kualitas aset PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) turun.

Kualitas aset yang ditunjukan dari non performing loan (NPL) gross mengalami kenaikan dari 2,94% pada akhir 2020 menjadi 3,12% pada semester I-2021.

Direktur Manajemen Risiko BRI Agus Sudiarto mengatakan sebenarnya kualitas aset yang memburuk ini sejalan dengan upaya perseroan memberikan sokongan terhadap kelompok ekonomi lemah. Terlebih, BRI menjadi bank dengan outstanding restrukturisasi COVID-19 terbesar di antara anggota Himpunan Bank Milik Negara (Himbara).

“NPL BRI memang naik, sebagai bagian dari soft lending untuk menjangkau lebih banyak nasabah di segmen usaha mikro dan kecil,” jelas Agus dalam paparan terbuka virtual, Kamis, 9 September 2021.

Peningkatan terbesar NPL gross BRI memang ditemukan pada segmen mikro, yakni dari 0,83% pada akhir 2020 menjadi 1,53% pada semester I-2021.  Sementara itu, NPL gross pada segmen usaha kecil dari 3,61% pada akhir 2020 menjadi 4,14% pada semester I-2021.

Adapun segmen usaha menengah dan korporasi mengalami perbaikan dari segi kualitas kredit. NPL gross segmen usaha menengah menyusut menjadi 2,99% pada semester I-2021 dari posisi sebelumnya 4,46% pada akhir 2020. Segmen korporasi turun tipis dari 12,58% pada akhir 2020 menjadi 11,81% pada semester I-2021. 

“Untuk segmen korporasi ini ada debitur kami yang kini dalam proses PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang),” jelas Agus.

Lebih lanjut, outstanding restrukturisasi kredit BRI hingga Juni 2021 telah menyusut jadi Rp175,2 triliun dari posisi puncak sebesar Rp231,5 triliun.

Sebanyak 89,73% nasabah restrukturisasi tersebut berada di tahap 1 atau tidak memiliki masalah dalam kemampuan pembayaran kredit. Kendati demikian, ada 5,61% nasabah restrukturisasi yang kesulitan membayar kredit dan 4,66% yang menyatakan masih belum mampu membayar kreditnya.

Melihat kondisi ini, Agus menyebut perseroan saat ini tengah fokus melakukan pencadangan. Hal ini tercermin dari Loan at Risk (LaR) Coverage yang melesat dari posisi 20,63% pada semester I-2020 menjadi 30,96% pada semester I-2021.

Capaian itu melebihi nilai LaR perseroan yang berada di level 27,29%.  Selain itu, kesiapsiagaan BRI juga bisa ditinjau NPL coverage yang menembus 258,41% atau tertinggi di Industri perbankan saat ini.

BRI mencatatkan penyaluran kredit sebesar Rp929,40 triliun atau naik tipis 0,70% secara tahunan. Lebih rinci, kredit itu terdiri dari segmen mikro Rp336,56 triliun, kecil dan menengah Rp236,82 triliun, korporasi Rp145,94 triliun, dan konsumer Rp180,08 triliun.

Ditinjau dari entitas tunggal, total aset BRI pada semester I-2021 ini tergelincir. Nilai aset BRI mengalami penurunan tipis dari Rp1.421,78 triliun pada akhir 2020 menjadi Rp1.411,62 pada akhir Juni 2021.

Meski begitu, penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) BRI masih berhasil tumbuh tipis 2,33% menjadi Rp1.096,45 triliun pada semester I-2021. Dana itu terdiri dari tabungan Rp461,70, giro sebesar Rp191,39 triliun, deposito Rp443 triliun.