<p>Karyawan menghitung mata uang Rupiah di salah satu tempat penukaran uang atau Money Changer di kawasan Melawai, Jakarta, Senin, 9 November 2020. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Pasar Modal

Tertekan Yield Obligasi AS, BI Sulit Turunkan Suku Bunga Acuan

  • Pergerakan imbal hasil atau yield obligasi Amerika Serikat (AS) yang diprediksi bisa menyentuh 2% membuat Bank Indonesia (BI) kesulitan menentukan BI-7 Days Reverse Repo Rate (BI7DRR) di level yang lebih rendah lagi.

Pasar Modal
Muhamad Arfan Septiawan

Muhamad Arfan Septiawan

Author

JAKARTA – Pergerakan imbal hasil atau yield obligasi Amerika Serikat (AS) yang diprediksi bisa menyentuh 2% membuat Bank Indonesia (BI) kesulitan menentukan BI-7 Days Reverse Repo Rate (BI7DRR) di level yang lebih rendah lagi. 

Direktur riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah mengatakan, jika suku bunga acuan BI diturunkan di tengah tren kenaikan yield obligasi AS, maka ada potensi keluarnya modal asing dari Indonesia.

“Ada risiko semakin sempitnya interest rate differential yang akan mengakibatkan keluarnya modal asing dan Rupiah sulit untuk stabil. Rupiah akan terus tertekan melemah dan menghambat pemulihan ekonomi,” kata Piter dalam CORE Media Discussion: Quarterly Review 2021 Mendobrak Inersia Pemulihan Ekonomi, Selasa 27 April 2021.

Melansir Bloomberg, yield obligasi AS untuk tenor 10 tahun pada Rabu, 28 April 2021 berada di angka 1,62%. Secara year to date (ytd) yield obligasi AS tenor 10 tahun telah menguat hingga 96 basis poin (bps).

Piter pun memproyeksikan suku bunga acuan BI bakal tetap di level 3,5% hingga akhir tahun ini. Menurutnya, Indonesia belum siap untuk menaikkan suku bunga acuan karena pemulihan ekonomi di dalam negeri masih belum terlalu nampak.

Kebijakan BI, kata Piter, masih akan menunggu tapering off atau pengurangan stimulus dari Bank Sentral AS. Selain itu, suku bunga acuan 3,5% dinilai Piter juga tepat untuk mendukung pemulihan ekonomi di dalam negeri.

“Dan jika mereka lakukan normalisasi atau tapering, sebabkan ada tekanan ke rupiah dan harus direspons oleh BI dengan menaikkan suku bunga.” terang Piter.

Memacu Kredit

Sejumlah bank merespon kebijakan BI dengan ikut memangkas suku bunganya. Menurut data yang dihimpun CORE Indonesia, rata-rata suku bunga bank umum untuk pinjaman susut 0,83% dari 10,46% menjadi 9,63% sejak Februari 2021.

Kebijakan itu pun diklaim Piter bisa mengerek kredit di masyarakat. Tengok saja pertumbuhan kredit konsolidasian di PT Bank Mandiri (Persero) Tbk yang solid di kisaran 9,1% year on year (yoy) pada kuartal I 2021.

Secara bank only, penyaluran kredit hingga kuartal I-2021 mencapai Rp779,0 triliun. Hal ini ditopang oleh segmen wholesale yang tumbuh tipis 0,18% yoy menjadi Rp513,9 triliun. Segmen UMKM juga ikut tumbuh sebesar 3,22% yoy menjadi Rp92,1 triliun.

Sementara itu, survei perbankan BI mengindikasikan penyaluran kredit baru akan meningkat pada kuartal II-2021. Hal ini terindikasi dari Saldo Bersih Tertimbang (SBT) penyaluran kredit baru sebesar 93,3%, meningkat dari 30,4% pada kuartal I-2021.

Berdasarkan jenis penggunaan, pertumbuhan kredit baru terindikasi terjadi pada seluruh jenis kredit. Tertinggi pada kredit konsumsi dengan SBT 56,1%, diikuti oleh kredit modal kerja dan kredit investasi (SBT 19,7% dan 5,4%).

“saya perkiraan suku bunga akan cenderung tetap dalam rangka support pemulihan ekonomi nasional dan BI nampaknya sudah enggak ada ruang turunkan suku bunga acuan,” ucap Piter. (RCS)