Waskita-Heritage-1.webp
Korporasi

Terus Merugi hingga Rp10 Triliun, Nilai Saham Negara di Waskita Karya Sudah Terpangkas Rp28 Triliun

  • Nilai saham pemerintah yang terbakar oleh kinerja buruk BUMN ini mencapai sekitar Rp28,41 triliun

Korporasi

Ananda Astri Dianka

JAKARTA – Berlanjutnya kerugian emiten infrastruktur pelat merah PT Waskita Karya (Persero) Tbk pada kuartal I-2023 terus membebani harga sahamnya.

Pada penutupan perdagangan Kamis, 4 Mei 2023, harga saham perusahaan berkode saham WSKT ini memang menguat 1,98%. Namun, penguatan tersebut masih dalam tren penurunan yang dalam.

Berakhir di harga Rp206 per lembar sore ini, saham WSKT berdasarkan data RTI tercatat sudah longsor sedalam 62,20% year on year (yoy). Dalam lima tahun terakhir, saham BUMN Karya ini ambruk 83,81% yoy. 

Penyusutan harga saham tentunya berdampak pada nilai investasi para pemegang sahamnya. Sebagai pemegang terbesar dan pengendali, negara mengempit sebanyak 75,34% saham atau sekitar 21,70 miliar lembar saham.

Dengan harga Rp206 selembar, nilai investasi negara pada WSKT bernilai sekitar sekitar Rp4,47 triliun. Padahal sebelum tren kerugian mendera kinerja bisnis Waskita di akhir tahun 2020, nilai saham Pemerintah pernah mencapai senilai Rp32,88 triliun. Artinya, nilai saham pemerintah yang terbakar oleh kinerja buruk BUMN ini mencapai sekitar Rp28,41 triliun. 

Terus Merugi

Mengecilnya harga saham Waskita Karya sejalan berbagai isu negatif yang menerpa. Tak hanya Direktur Utamanya, Destiawan Soewardjono, ditetapkan oleh Kejaksaan Agung sebagai tersangka kasus korupsi, WSKT juga harus menghadapi tumpukan utang dan akumulasi kerugian yang semakin menjulang. Total akumulasi kerugian Waskita per 31 Maret 2023 mencapai Rp10,31 triliun. 

Memburuknya kondisi Waskita mulai terjadi pada tahun 2020. Pada tahun pertama pandemi COVID-19, perseroan tercatat mengalami rugi komprehensif senilai Rp9,40 triliun. Akibat kerugian besar itu, saldo laba positif senilai Rp8,56 triliun di tahun 2019 berbalik menjadi negatif alias defisit senilai Rp2,17 triliun. Akumulasi kerugian itu terus membesar menjadi Rp7,69 triliun per 31 Desember 2021 dan bengkak lagi jadi Rp9,94 triliun di akhir tahun 2022.

Pada tahun 2023 ini kondisi Waskita juga tak kunjung membaik. Per kuartal I-2023, perseroan masih mengakumulasi rugi komprehensif senilai Rp396,60 miliar.

Besarnya kerugian itu dipengaruhi oleh pendapatan usaha Waskita yang terus menurun. Per 31 Maret 2023, pendapatan Waskita hanya Rp2,73 triliun dengan beban pendapatan sebesar Rp2,33 triliun. Hasilnya, laba kotor perseroan cuma Rp400,43 miliar.

Sementara dengan tumpukan utang ke berbagai pihak, baik perbankan, lembaga keuangan non bank, dan pemegang obligasi, beban keuangan Waskita periode ini mencapai Rp703,96 miliar.

Utang Menumpuk

Catatan 31 laporan keuangan Waskita kuartal I-2023 mencatat,  sejumlah bank BUMN menjadi kreditur besar perseroan. Contohnya utang jangka panjang yang direstrukturisasi ke BNI senilai Rp7,51 triliun, Bank Mandiri Rp4,55 triliun, BRI Rp2,64 triliun, dan Bank Syariah Indonesia Rp2,03 triliun.

Waskita juga masih menanggung utang sindikasi ke Bank Mandiri Rp3,39 triliun, BRI Rp1,19 triliun, dan BNI Rp312 miliar. Total utang jangka panjang Waskita tercatat kepada bank-bank BUMN mencapai Rp28,06 triliun.

Selain ke bank-bank BUMN, Waskita juga berutang ke bank swasta dan bank pembangunan daerah. Total utang jangka panjang ke bank-bank non BUMN itu mencapai Rp18,46 triliun. Sehingga total utang bank jangka panjang Waskita hingga kuartal I-2023 mencapai Rp46,53 triliun. Jumlah itu setara dengan 47,3% dari nilai aset Waskita Karya per 31 Maret 2023 sebesar Rp98,22 triliun.

Tumpukan utang Waskita juga mengalir ke lembaga keuangan non bank seperti PT Sarana Multi Infrastruktur dengan total Rp4,02 triliun. Terdapat juga pinjaman senilai Rp965 miliar ke PT Indonesia Infrastruktur Finance. Total pinjaman jangka panjang Waskita Group kepada lembaga keuangan non bank mencapai Rp5,14 triliun.

Adapun total pinjaman obligasi perseroan hingga kuartal I 2023 sebesar Rp6,60 triliun.