Tesla Siap Bikin Pabrik Baterai di RI: 4 Emiten Tambang Nikel Kakap di BEI Kecipratan Berkah?
Saham-saham emiten nikel seperti PT Aneka Tambang (Persero) Tbk (ANTM), PT Vale Indonesia Tbk (INCO), PT Harum Energy Tbk (HRUM), dan PT Timah (Persero) Tbk (TINS) langsung melesat signifikan sejak sebulan terakhir.
Industri
JAKARTA – Tidak ada yang meragukan besarnya sumber daya nikel Indonesia. Sebab faktanya, Indonesia memang merupakan negara dengan cadangan nikel terbesar di dunia.
Data United States Geological Survey (USGC) membuktikan bahwa hingga 2019, Indonesia masih memiliki cadangan bijih nikel sebanyak 21 juta ton dengan produksi 800.000 ton. Sementara pada tahun yang sama, Wood Mackenzie memperkirakan, kebutuhan nikel dunia bakal meningkat dari 2,4 juta ton pada 2019 menjadi 4 juta ton pada 2040.
Fakta ini membuat produsen mobil listrik dunia mulai melirik Indonesia sebagai salah satu tujuan pembangunan baterai lithium. Produsen mobil listrik asal Amerika Serikat, Tesla menjadi nama yang paling santer diberitakan bakal membangun pabrik baterai di Indonesia.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
Kabar itu terungkap usai media teknologi di AS, Electrek melaporkan bahwa CEO Tesla Elon Musk telah meminta jajarannya untuk segera meningkatkan produksi nikel. Desas-desusnya, Elon Musk ingin salah satu pabrik baterainya itu berada di Indonesia.
Mendengar kabar ini, Presiden Joko Widodo pun langsung berinisiatif mengirimkan delagasi Indonesia ke negeri Paman Sam untuk bertemu eksekutif Tesla. Kabarnya, pekan depan delegasi yang ditunjuk Jokowi akan bertandang ke AS untuk membicarakan proyek pembangunan baterai lithium ini.
“Ini sangat penting karena kita punya rencana besar untuk menjadikan Indonesia penghasil baterai lithium terbesar dan kita punya (cadangan) nikel terbesar,” ungkap eks Wali Kota Solo tersebut seperti disadur Reuters.
Tak pelak, kabar itu pun langsung memberi sentimen positif bagi emiten tambang nikel kakap di Tanah Air. Saham-saham emiten nikel seperti PT Aneka Tambang (Persero) Tbk (ANTM), PT Vale Indonesia Tbk (INCO), PT Harum Energy Tbk (HRUM), dan PT Timah (Persero) Tbk (TINS) langsung melesat signifikan sejak sebulan terakhir.
Lantas pertanyaannya, bagaimana sebetulnya dengan kinerja keuangan dan fundamental keempat emiten nikel kakap tersebut? Berikut ulasan lengkap kinerja keuangan dan fundamental emiten nikel Tanah Air.
1. Aneka Tambang
Kinerja emiten tambang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini terbilang cukup apik sepanjang sembilan bulan 2020. Berdasarkan laporan keuangan perseoran kuartal III-2020, Antam berhasil mencatatkan pertumbuhan laba 30% dari Rp835,7 miliar dari sebelumnya Rp641,5 miliar pada periode yang sama tahun lalu.
Laba perseroan terkerek sebab Antam berhasil menyusutkan beban usaha sebesar 31,49% dari Rp2,14 triliun menjadi Rp1,46 triliun. Penurunan beban usaha ini terjadi seiring dengan kian menipisnya beban pokok penjualan perseoran yang terpangkas 28,55% dari Rp21,18 triliun menjadi Rp15,13 triliun.
Selaras dengan penyusutan pos beban, pendapatan perseroan juga turut tergerus 26,55% dari Rp24,56 triliun menjadi Rp18,04 triliun. Pendapatan segmen nikel jadi sektor yang mengalami penyusutan terparah 31,65% dari Rp6,1 triliun menjadi hanya Rp3,93 triliun.
Sementara segmen logam mulia masih konsisten sebagai penyumbang terbesar pendapatan dengan proporsi 71,73% atau Rp12,94 triliun dari total pendapatan. Sedangkan segmen baksit dan alumina hanya menyumbang 4,8% atau Rp866,44 miliar dari total pendapatan.
Dari pos neraca keuangan, total liabilitas Antam tercatat Rp12,04 triliun dan ekuitas Rp18,93 triliun. Sedang dari sisi likuiditas, kas dan setara kas Antam tercatat masih cukup tinggi di level Rp3,67 triliun.
Secara total, Antam memiliki aset sebesar Rp30,97 triliun. Nilai itu terdiri dari aset lancar Rp8,53 triliun dan aset tidak lancar Rp22,44 triliun.
Berdasarkan data Indo Premier Sekuritas, kapitilisasi pasar Antam masih berada di level Rp28,4 triliun. Dengan return of asset (ROA) 2,7% dan return of equity (ROE) 4,42%.
Rasio utang terhadap ekuitas alias debt to equity ratio (DER) Antam juga cukup sehat dengan tingkat perkalian 0,63 kali. Lalu earning per share (EPS) Antam juga terlihat masih cukup tinggi di level 34,82.
Pada perdagangan Senin 16 November 2020 ditutup menguat 1,28% atau 15 poin ke posisi Rp1.185 per lembar. Namun demikian, dalam sepekan terakhir, saham ANTAM rupanya telah menyusut 4,43% dari level Rp1.240 pada 9 November 2020. Sebaliknya, dalam sebulan terakhir, saham ANTM telah melesat 12,32% dari level Rp1.055 pada 19 Oktober 2020.
2. Vale Indonesia
Kinerja kinclong juga ditunjukkan PT Vale Indonesia Tbk (INCO). Pada kuartal III-2020, laba bersih Vale Indonesia melesat 6.461% dari US$1,17 juta atau Rp17,33 miliar (kurs Rp14.842 per dolar AS) menjadi US76,64 juta setara Rp1,14 triliun.
Melambungnya laba bersih perseroan tidak lepas dari tingginya pertumbuhan pendapatan yang naik 12,74% dari US$506,46 juta menjadi US$571,02 juta. Pendapatan terbesar disumbang oleh anak usaha perseoran Vale Canada Limited (VCL) dengan porsi 79,97% atau US$456,66 juta.
Sedang di sisi lain, beban pokok pendapatan Vale Indonesia pada periode ini hanya naik tipis 6,06% dari US$485,44 juta menjadi US$486,03 juta. Namun demikian, beban lain-lain perseroan naik cukup tinggi 52,1% dari US$10,72 juta menjadi US$15,62 juta.
Dilihat dari neraca keuangan, fundamental perseroan masih terlihat cukup sehat dengan liabilitas US$260,03 juta dan ekuitas US$2,02 miliar. Sementara dari sisi likuiditas, Vale Indonesia masih memiliki kas dan setara kas sebesar US$361,42 juta.
Secara total, aset perseroan pada periode ini mencapai US$2,28 miliar. Nilai tersebut terdiri dari aset lancar US$667,91 juta dan aset tidak lancar US$1,61 miliar.
Lantas berdasarkan data Indo Premier Sekuritas, kapitalisasi pasar INCO saat ini masih berada di level Rp44,7 triliun. Dengan ROA 3,36% dan ROE 3,8%.
Sementara DER perseroan saat ini masih berada di level perkalian 0,13 kali. Ini berarti total utang atas ekuitas perusahaan masih cukup sehat lantaran perkaliannnya belum lebih dari 4 kali lipat. Lalu EPS perseroan saat ini masih berada di level 115,49 kali.
Pada perdagangan Senin, 16 November 2020, saham INCO ditutup menguat 2,7% atau 120 poin ke posisi Rp4.500 per lembar. Namun jika dilihat secara mingguan, saham INCO telah terkoreksi 50 poin dari sebelumnya Rp4.550 pada 9 November 2020. Lalu jika dilihat secara bulanan, saham INCO telah melesat 9,22% dari sebelumnya Rp4.120 per lembar.
3. Harum Energy
Kinerja ciamik juga berhasil dibukukan PT Harum Energy Tbk (HRUM) pada kuartal III-2020. Berdasarkan laporan keuangan perseroan, Harum Energy berhasil mencatatkan pertumbuhan laba bersih 49,75% dari US$25,74 juta atau setara Rp367,67 miliar (kurs Rp14,285 per dolar AS) dari sebelumnya US$17,19 juta atau Rp245,52 miliar.
Laba bersih perseroan ini lebih banyak disumbang oleh pendapatan lain Harum Energy meningkat menjadi US$18,23 juta dari sebelumnya hanya US$0.
Tingginya pendapatan lain-lain itu mampu menyokong pendapatan perseroan yang terkuras 32,02% dari US$200,28 juta menjadi hanya US$136,14 juta. Ekspor batu bara menjadi penyumbang terbesar pendapatan dengan proporsi 93,37% atau US$127,12 juta.
Seiring penurunan pendapatan itu, beban pokok pendapatan dan pendapatan langsung juga menyusut 33,24% dari US$147,89 juta menjadi US$98,73 juta. Pun demikian dengan beban penjualan yang terkuras dari US$11,27 juta menjadi hanya US$9,23 juta.
Dari pos kewajiban, liabilitas Harum Energy tercatat hanya US42,7 juta. Sedangkan ekuitas perseroan masih di level US$422,09 juta.
Secara total, aset Harum Energy pada periode ini senilai US$464,79 juta. Jumlah itu terdiri dari aset lancar US$282,98 juta dan aset tidak lancar US$181,82 juta.
Berdasarkan data Indo Premier Sekuritas, kapitalisasi pasar Haru Energy saat ini senilai RP6 triliun. Dengan ROA 5,54% dan ROE 6,1%.
Sementara DER perseroan saat ini masih cukup sehat di tingkat perkalian 0,1 kali dan EPS sebesar 142,21.
Pada perdagangan Senin, 16 November 2020, saham HRUM ditutup menguat 2,75% ke posisi Rp2.240 per lembar. Dalam sepekan, saham HRUM naik tipis 40 poin dari level Rp2.200 pada 6 November 2020. Sedang selama sebulan, saham HRUM telah melesat 29,48% dari posisi Rp1.739 per lembar pada 19 Oktober 2020.
4. Timah
Berbeda dengan tiga emiten di atas, kinerja PT Timah (Persero) Tbk (TINS) justru tidak begitu baik pada kuartal III-2020 ini. Berdasarkan laporan keuangan perseroan, Timah justru mencatatkan rugi bersih senilai Rp255,15 miliar. Nilai ini semakin memperdalam kerugian pada kuartal III-2019 yang mencapai Rp175,78 miliar
Kerugian yang didapatkan TINS ini tidak lepas dari merosotnya pendapatan perusahaan dari sebelumnya Rp14,56 triliun menjadi hanya Rp11,87 triliun. Penjualan logam timah masih menjadi penyumbang terbesar pendapatan dengan proporsi 94,15% atau Rp11,18 triliun. Sedangkan penjualan nikel hanya menyumbang 0,5% pada total pendapatan atau Rp60,05 miliar.
Seiring dengan turunnya pendapatan ini, beban pokok penjualan Timah pun turut terkuras dari Rp13,53 triliun menjadi Rp11,11 triliun. Sebaliknya, beban keuangan perseroan justru meningkat dari Rp525,11 miliar menjadi Rp533,03 miliar.
Dari sisi kewajiban, perseroan mencatatkan total liabilitas Rp11,82 triliun. Sementara ekuitas perusahaan saat ini hanya Rp4,92 triliun.
Secara total aset perseroan saat ini hanya sebesar Rp16,75 triliun. Nilai ini terdiri dari aset lancar Rp8,14 triliun dan aset tidak lancar Rp8,61 triliun.
Saat ini, kapitalisasi pasar TINS masih senilai Rp7,8 triliun. Dengan ROA -1,52% dan ROE -6,99%. Sedangkan DER perseroan saat ini sudah menyentuh level perkalian 2,43 kali dan EPS -34,48.
Pada Senin, 16 November 2020, saham TINS ditutup menguat 2,43% ke harga Rp1.055 per lembar. Sedang dalam sepekan, saham TINS telah melesat 13,44% dari sebelumnya Rp930 per lembar pada 9 November 2020. Lantas dalam sebulan, saham TINS telah melesat 22,67% dari level Rp860 per lembar pada 19 Oktober 2020. (SKO)