<p>Gedung Bank Indonesia. / Facebook @BankIndonesiaOfficial</p>
Industri

The Fed Ancang-Ancang Kerek Suku Bunga, BI Perlu Siapkan Langkah Mitigasi di Pasar Keuangan

  • Tapering off bakal mulai dilakukan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) The Fed pada akhir November 2021.
Industri
Muhamad Arfan Septiawan

Muhamad Arfan Septiawan

Author

JAKARTA - Tapering off bakal mulai dilakukan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) The Fed pada akhir November 2021. Pengetatan moneter dimulai dengan mengurangi porsi pembelian obligasi pemerintah.

Analis pasar uang sekaligus Kepala Riset dan Edukasi PT Monex Investindo Futures Ariston Tjendra mengatakan besar kemungkinan The Fed akan mengungkit lagi suku bunga acuan pada kuartal IV-2022. Hal ini lantaran The Fed baru bisa merampungkan pengurangan stimulus pembelian obligasi pada semester I-2022.

“Dengan porsi pengurangan obligasi AS senilai US$15 miliar per bulan dari nilai pembelian awal US$120 miliar per bulan. Kemungkinan baru selesai pada pertengahan 2022,” ucap Ariston kepada TrenAsia.com, Jumat, 5 November 2021.

Sebagai informasi, The Fed masih menerapkan suku bunga acuan rendah di kisaran 0%-0,25% sebagai langkah akomodatif pemulihan ekonomi. Ariston bilang Bank Indonesia (BI) mesti cermat melakukan langkah mitigasi.

Ariston juga mengatakan BI harus menimbang waktu yang tepat untuk menaikan terlebih dahulu BI 7 days Reverse Repo Rate (BI-7DRR). Bila suku bunga acuan terlambat dikerek, ada potensi capital outflow yang tinggi melanda Indonesia. 

Meski memiliki cadangan devisa yang kuat, shock masih bisa terjadi bila BI terlambat mengambil sikap terhadap arah kebijakan moneter The Fed. 

BI mencatat cadangan devisa pada September mengalami kenaikan US$2,1 miliar atau setara Rp29,81 triliun (asumsi kurs Rp14.197 per dolar Amerika Serikat) secara month to month (mtm). 

Dengan demikian, total cadangan devisa Indonesia pada September 2021 menyentuh US$146,9 miliar atau setara Rp2.085,56 triliun. 

Otoritas moneter merekam posisi cadangan devisa saat ini merupakan yang tertinggi sepanjang sejarah Indonesia. 

Sebaliknya, Bila terlalu cepat mengerek suku bunga, Ariston khawatir ritme pemulihan ekonomi di dalam negeri bisa terganggu.

“Pemulihan saat ini masih berlangsung dan sempat melambat di kuartal III-2021 karena PPKM, kalau terlalu cepat bisa mengganggu bisnis,” jelas Ariston.

Kondisi pemulihan ekonomi yang masih tumbuh terbatas tampak dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada kuartal III-2021 yang hanya 3,5% year on year (yoy). Dua kali lipat lebih rendah dibandingkan kuartal II-2021 yang menembus 7% yoy. 

Adapun penyaluran kredit pada September 2021 tumbuh terbatas 2,0% yoy atau senilai  Rp5.639,4 triliun. Kredit Investasi (KI) pada September 2021 masih mencatat kontraksi tipis sebesar 0,03% yoy.  

Sementara itu, Kredit modal kerja (KMK) tumbuh meningkat 2,6% yoy pada September 2021. Ditopang oleh Kredit Pemilikan Rumah (KPR), jenis kredit konsumsi tumbuh paling tinggi, yakni 2,9% yoy per September 2021.