logo
Ilustrasi rumah subsidi.
Nasional

Tidak Ada Progres, Proyek 3 Juta Rumah Tak Seksi Lagi?

  • Walaupun pemerintah mengklaim roadmap sudah disiapkan, faktanya belum ada agenda rapat kerja maupun rilis resmi yang mengarah pada kejelasan pelaksanaan program ini.

Nasional

Muhammad Imam Hatami

JAKARTA - Ketika masa kampanye, proyek 3 juta rumah per tahun menjadi salah satu program unggulan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Program ini dirancang untuk mengatasi backlog perumahan dan memberikan akses rumah layak bagi masyarakat berpenghasilan rendah. 

Namun, setelah lima bulan pemerintahan berjalan, proyek ini tampaknya tidak lagi menjadi prioritas utama. Lima asosiasi pengembang properti yakni REI, Apersi, Himpera, Asprumnas, dan Appernas Jaya mengeluhkan lambatnya eksekusi program ini kepada Badan Anggaran (BAM) DPR RI. 

Hingga saat ini, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PKP) belum merilis regulasi maupun peta jalan (roadmap) yang jelas, membuat para pengembang kebingungan.

Ketua Himpera, Ari Tri Priyono, menyebut walaupun pemerintah mengklaim roadmap sudah disiapkan, faktanya belum ada agenda rapat kerja maupun rilis resmi yang mengarah pada kejelasan pelaksanaan program ini.

Proyek yang Mulai Terlupakan?

Ketua DPP REI, Joko Suranto, menyoroti bahwa program 3 juta rumah tidak mengalami progres signifikan. Jika dibandingkan, proyek ini kini lebih jarang disebut oleh Presiden Prabowo, berbeda dengan program lain seperti Makan Bergizi Gratis (MBG), hilirisasi, Danantara, serta Koperasi Desa Merah Putih.

“Kondisi 5 bulan program 3 juta rumah berjalan atau 5 bulan setelah ada Kementerian PKP itu, maka yang pertama kami melihat kondisi program 3 juta rumah saat ini belum ada progres,” ucap Joko kala memberikan keterangan dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama BAM DPR RI, di Jakarta, dikutip Kamis, 20 Maret 2024.

Kekhawatiran pengembang semakin meningkat karena mereka merasa kontribusi yang sudah disiapkan untuk mendukung program ini bisa menjadi sia-sia. 

Padahal, sektor perumahan memiliki potensi besar dalam menciptakan lapangan kerja hingga 9 juta tenaga kerja serta membuka 400 ribu pelaku industri baru.

“Harus ada perubahan kebijakan yang dilakukan Presiden Prabowo terhadap Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman,” ujar Joko.

Kritik terhadap Kementerian PKP

Di bawah kepemimpinan Menteri PKP, Maruarar Sirait (Ara), kementerian ini mendapat kritik karena dinilai gagal mengakomodasi regulasi yang mendukung sektor properti. 

Beberapa kebijakan yang menuai kontroversi antara lain wacana peningkatan kuota FLPP hingga 800 ribu unit rumah, yang dinilai tidak realistis tanpa kejelasan skema pendanaan, serta usulan penurunan harga rumah subsidi di tengah kenaikan harga tanah dan bahan baku, yang dianggap berisiko bagi keberlanjutan proyek. 

“Kegaduhan-kegaduhan yang disampaikan, salah satunya wacana penurunan harga rumah subsidi. Saat ini harga tanah meningkat, menteri PKP justru memberi statement harga rumah diturunkan, ini sangat berbanding terbalik,” ungkap Joko.

Selain itu, pemanfaatan lahan koruptor yang disita negara untuk perumahan masih memerlukan kajian mendalam, sementara rencana audit pengembang perumahan subsidi oleh BPK menimbulkan keresahan di kalangan pengembang, mengingat pembangunan rumah subsidi menggunakan belanja modal perusahaan, bukan APBN. 

Pengembang perumahan subsidi juga merasa tidak nyaman karena kerap dicurigai sebagai “pengembang nakal” oleh kementerian, padahal tanpa dukungan regulasi yang jelas, mereka kesulitan menjalankan proyek dalam kondisi yang penuh ketidakpastian.

Merespons keluhan ini, Wakil Ketua BAM DPR RI, Adian Napitupulu, menyatakan akan menggelar rapat dengan Kementerian PKP untuk mencari solusi.

Sementara itu, Ara menyebut pihaknya masih dalam proses mencari skema pembiayaan dengan menggandeng Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, serta BUMN guna merevisi skema FLPP agar lebih likuid.

Dengan minimnya perhatian dari Presiden Prabowo dan ketidakpastian roadmap, banyak pihak mempertanyakan apakah proyek ini masih menjadi prioritas. 

Jika pemerintah tidak segera memberikan kepastian regulasi dan insentif bagi pengembang, bukan tidak mungkin program ini akan berjalan di tempat atau bahkan ditinggalkan.