<p>Pekerja menata stok beras di Gudang Bulog Kanwil DKI dan Banten, Kelapa Gading, Jakarta, Kamis, 18 Maret 2021. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Industri

Tidak Ada Urgensi Apapun, Impor Beras Mencederai Petani Indonesia

  • Ketua Umum Wahana Tani Indonesia Agusdin Pulungan mengatakan kebijakan pemerintah mengimpor satu juta ton beras telah mencederai petani Indonesia. Keputusan ini, kata Agusdin, tidak memiliki urgensi apa pun karena Indonesia tidak dalam kondisi krisis pangan.

Industri

Muhamad Arfan Septiawan

JAKARTA – Ketua Umum Wahana Tani Indonesia Agusdin Pulungan mengatakan kebijakan pemerintah mengimpor satu juta ton beras telah mencederai petani Indonesia. Keputusan ini, kata Agusdin, tidak memiliki urgensi apa pun karena Indonesia tidak dalam kondisi krisis pangan.

“Yang pasti kalau dari sisi petani itu sangat mencederai mereka. Sebagai masyarakat yang mendukung pengadaan pangan, sudah bekerja keras dan mau panen ternyata pemerintah malah membuka impor,” katanya saat dihubungi TrenAsia.com, Kamis 25 Maret

Menurut Agusdin, pemerintah seharusnya bisa menyerap produksi dalam negeri. Apalagi, Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut produksi beras periode Januari sampai April 2021 berpotensi baik 25,8% dibandingkan periode yang sama di tahun lalu menjadi 14,5 juta ton.

Adapun stok beras milik Perusahaan Umum Badan Logsitik (Perum Bulog) per 14 Maret 2021 mencapai angka 883.585 ton dengan rincian 859.877 ton merupakan stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP) dan 23.708 ton stok beras komersial.

Tren kenaikan produksi beras sudah nampak dari tahun lalu. Data BPS mencatat kenaikan produksi pada tahun 2020 mencapai 31,63 juta ton. Capaian itu lebih tinggi ketimbang tahun sebelumnya yang sebesar 31,31 juta ton.

“Padahal pemerintah sudah memberi triliunan subsidi untuk penguatan produksi petani. Kalau akhirnya impor juga, anggaran itu sia-sia,” kata Agusdin.

Pemerintah telah mengalokasikan dana besar pada sektor pertanian. Salah satunya melalui subsidi pupuk yang menelan biaya Rp25,3 triliun pada 2021 ini.

Selain itu, Kementerian Pertanian (Kementan) mendapat kenaikan pagu anggaran pada 2021 ini. Anggaran belanja Kementan naik dari Rp14,06 triliun pada 2020 menjadi Rp21,84 triliun di tahun ini.

Selidiki Mafia Beras
Agusdin juga meminta pemerintah untuk segera menindak adanya kemungkinan mafia beras dalam impor tahun ini. Bila hal itu tidak dilakukan, maka impor beras ini dapat terjadi berulang di tahun-tahun mendatang.

“KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) harus mengusut mafia beras ini. Ditelisik dari mana manipulasi itu dimulai dan siapa saja yang terlibat,” tegasnya.

Agusdin mengatakan untuk melihat kebijakan impor ini secara urut. “Inisatif impor itu dilakukan ketika rapat kapan, dan siapa saja yang ada alam rapat itu. Lihat juga aspek mana yang dimanipulasi, datanya, produksinya, atau distribusinya,” terang Agusdin.

Kejanggalan mekanisme impor membuat Ombudsman meminta pemerintah menunda kebijakan tersebut. Ombudsman mendorong Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian melakuakn rapat koordinasi terbatas untuk meninjau ulang kebijakan impor beras ini.

“Ombudsman meminta Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian untuk melaksanakan rapat koordinasi terbatas guna menunda keputusan impor hingga menunggu perkembangan panen dan pengadaan oleh Perum Bulog pada awal Mei,” ujar Anggota Ombudsman Yeka Hendra dalam konferensi pers virtual, Rabu 24 Maret 2021.

Yeka memang mengakui adanya potensi penurunan CBP yang layak konsumsi sebesar 500 ribu ton atau 20% dari kebuhan beras rata-rata bulanan mencapai 2,5 juta ton. Kendati demikian, penurunan itu tidak akan menganggu stok beras.

Mencermati kondisi ini, Ombudsman menemukan adanya potensi maladministrasi pada mekanisme impor beras. “Untuk kedua maladministrasi tersebut Ombudsman akan melakukan inisiatif atas prakarsa sendiri. Untuk pencegahan maladministrasi dalam tata kelola kebijakan impor stok beras,” jelas Yeka