<p>Erick Thohir pemilik Mahaka Media Group / Dok. Mahaka Media</p>
Nasional

Tidak Main-Main, Erick Laporkan Indikasi Korupsi di Krakatau Steel ke KPK

  • Erick Thohir melaporkan Krakatau Steel ke KPK terkait dugaan korupsi pada proyek blast furnance atau tanur tiup yang membuat emiten baja tersebut mengutang dan rugi.

Nasional

Daniel Deha

JAKARTA - Bola api yang dilemparkan Menteri BUMN Erick Thohir mengenai indikasi korupsi pada PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (KRAS) terus menggelinding. Erick telah membawa masalah dugaan korupsi pada proyek blast furnance atau tanur tiup ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Juru Bicara KPK Ali Fikri membenarkan ada laporan dari pihak Erick Thohir terkait dugaan korupsi di tubuh BUMN produsen baja itu. Namun dia tidak menyebutkan kapan Erick melaporkan kasus tersebut. Dia memastikan bahwa KPK sebagai lembaga penegak hukum akan melakukan penyelidikan lebih lanjut terkait laporan itu.

"Terkait tentang kabar tentang adanya indikasi korupsi di sebuah institusi, perlu kami sampaikan bahwa informasi yang kami peroleh, KPK telah terima ajuan atau laporan dimaksud. Kami pastikan setiap laporan yang diteima akan kami tindaklanjuti dengan melakukan verifikasi terhadap data dan infromasi yang kami terima tersebut untuk memastikan apakah benar ada tindak pidana korupsi dan itu menjadi kewenangan KPK," ujar Ali dalam sebuah wawancara di Jakarta, Rabu, 29 September 2021.

Erick sebelumnya mengendus adanya praktik korupsi dalam proyek blast furnance Krakatau Steel yang menghabiskan dana US$850 juta setara Rp12,17 triliun dari investasi US$2 miliar setara Rp28,51 triliun.

"Kita bisa lihat Krakatau Steel, dia itu punya utang US$2 miliar. Salah satunya investasi US$850 juta kepada proyek blast furnance yang hari ini mangkrak," kata Erick dalam acara Talk Show "Bangkit Bareng" secara virtual, Selasa, 21 September 2021.

Erick mengatakan pihaknya akan mengejar pelaku korupsi dalam proyek tersebut karena diduga telah merugikan negara.

"Ya, ini kan hal-hal yang tidak bagus. Pasti ada indikasi korupsi dan kita akan kejar siapapun yang merugikan. Karena ini kembali, bukannya kita ingin menyalahkan tetapi penegakan hukum kepada tadi, bisnis proses yang salah harus kita perbaiki," ujarnya.

Proyek blast furnance diteken pada tanggal 15 November 2011 antara PT Krakatau Engineering (PT KE) dengan Capital Engineering and Research Incorporation Limited (MCC-CERI).

Total biaya kontrak yang ditandatangani sebesar US$334,9 juta setara Rp4,78 triliun untuk MCC-CERI dan Rp1,81 triliun untuk PT KE. Total biayanya mencapai Rp 6,6 triliun.

Proyek blast furnace complex (BFC) ini mencakup Sintering Plant, Coke Oven Plant, Blast Furnace dan Hot Metal Treatment Plant dengan kapasitas produksi 1,2 juta metrik ton hot metal dan pig iron per tahun.

Pabrik ini ditargetkan dapat beroperasi pada 2015, namun macet sehingga baru pada bisa beroperasi pada 2019. Kegagalan ini membuat membuat kerugian materil perusahaan menjadi makin besar.

Tak lama beroperasi, pabrik ini sudah dihentikan operasionalnya sejak 5 Desember 2019 karena biaya operasionalnya besar.

Keputusan pabrik ini dihentikan setelah dilakukannya performance test untuk melihat apakah tujuan proyek tersebut sudah sesuai dengan feasibility study atau tidak.

Disebutkan bahwa proyek ini bisa membuat perusahaan merugi hingga Rp1,17 triliun-Rp 1,38 triliun per tahun. Hal itu karena harga pokok produksi dari blast furnace justru menjadi lebih mahal dari biasanya.

Manajemen Krakatau Steel belakangan mulai berpikir untuk menghidupkan kembali pabrik mangkrak ini agar bisa mememberikan nilai tambah bagi keuangan perusahaan.*