Ilustrasi bank digital di Indonesia. Infografis: Deva Satria/TrenAsia
Industri

Tidak Mau Go Digital, 67 Persen Bank di Asia Pasifik Terancam Kehilangan Pasar

  • Riset platform perbankan cloud, Mambu, memprediksi 67% pelaku industri perbankan bakal kehilangan pangsa pasar bila tidak melakukan digitalisasi.
Industri
Muhamad Arfan Septiawan

Muhamad Arfan Septiawan

Author

JAKARTA – Riset platform perbankan cloud, Mambu, memprediksi 67% pelaku industri perbankan bakal kehilangan pangsa pasar bila tidak melakukan digitalisasi. Lebih jauh lagi, riset ini juga menyebut tiga dari lima bank di Asia Pasifik bakal gulung tikar bila masih menerapkan model bisnis yang lama.

Hal ini ditemukan usai Mambu melakukan survei terhadap 500 banker senior di Asia Pasifik untuk menggali pentingnya digitalisasi bagi industri perbankan. Dalam laporan bertajuk ‘Evolve or be extinct’, para banker sepakat digitalisasi merupakan hal yang mendesak untuk dilakukan.

Sebanyak 58% responden yakin modal bisnis lama yang diterapkan perbankan hanya akan bertahan hingga 5-10 tahun lagi. Setelah itu, hanya perbankan yang adaptif dengan teknologi yang diprediksi bakal bertahan.

Riset ini juga mengungkapkan digitalisasi perbankan di Asia Pasifik cenderung tertinggal dibandingkan kawasan lainnya. Padahal, potensi ekonomi digital di wilayah ini sangat besar.

Managing Director Mambu Asia Pasifik Myles Bertrand mengatakan adopsi teknologi ini telah menggeser praktis bisnis perbankan menjadi berorientasi kepada nasabah. Pasalnya, digitalisasi telah memberikan kemudahan pilihan bagi nasabah untuk melakukan transaksi keuangan.

 “Penelitian ini menunjukkan diversifikasi pola pendekatan industri perbankan dalam melakukan transformasi digital. Para pebisnis yang progresif ini bakal meniti jalan bagi praktisi industri perbankan lainnya dengan mengedepankan contoh bisnis yang mengadopsi pendekatan berorientasi pelanggan,” ucap Myles dalam keterangan tertulis yang diterima TrenAsia.com, Kamis, 16 September 2021.

Di Indonesia, Mambu menilai, regulator mulai memberikan aturan terhadap pelaksanaan layanan keuangan secara digital ini. Chief Mambu Indonesia Husni Fuad menyebut pemain baru di industri perbankan Indonesia bakal semakin menjamur dalam beberapa tahun ke depan.

Pelanggan perbankan telah mengalami pergeseran ke solusi keuangan digital sehingga industri teknologi finansial Indonesia belakangan ini sibuk dalam memenuhi pergeseran kebutuhan tersebut. 

"Seiring dengan diberlakukannya regulasi baru dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada bulan depan, kami memperkirakan pemain baru dari negara dan kawasan lain akan ramai-ramai berdatangan dan membangun kemitraan di Indonesia,” papar Husni.

Husni juga membeberkan pelaku industri perbankan mesti memiliki model operasional teknologi yang efisien serta fleksibel untuk menunjang kebutuhan nasabah. Strategi ini, kata Husni, mesti dilakukan untuk mengoptimalkan pangsa pasar ekonomi digital di Indonesia yang sangat tinggi.   

 “Kini bank-bank konvensional yang sudah mapan di Indonesia semakin membutuhkan model operasional, teknologi dan organisasi yang agile dan praktis sehingga selaras dengan strategi transformasi bisnis,” ujar Husni.

Sementara itu, riset ini juga menemukan sebanyak 40% responden tengah fokus menggenjot promosi layanan perbankan digital berbasis plug and play. Dalam riset ini, pelaku industri perbankan mengaku menggunakan sistem yang dikembangkan secara mandiri oleh perseroan.

Chief Customer Officer di Mambu Elliot Limb menyebut kolaborasi dengan financial technology (fintech) juga harus digalakan pelaku industri perbankan. Adanya platform tersebut diyakini bisa memperkuat intermediasi dari perusahaan perbankan di era digital.

 “53% responden mengaku bahwa mereka berisiko kehilangan target transformasi digital, industri perbankan sudah saatnya mencermati kolaborasi finansial yang memegang kendali perubahan ini. Mereka ini adalah perusahaan fintech yang mengedepankan layanan berorientasi tujuan dan pengalaman pelanggan yang memuaskan,” kata Elliot.