Tidak Mudah, Tapi Gaza Harus Pulih
- Perang faktanya tidak hanya menghancurkan lanskap, tetapi juga menghancurkan tatanan kehidupan sosial, budaya, intelektual, dan ekonomi Gaza hingga berkeping-keping.
Kolom
JAKARTA- Setelah 15 bulan yang menghancurkan, perang di Gaza kemungkinan akan segera berakhir. Dan apa yang kita saksikan di Gaza adalah kehancuran seluruh masyarakat. Penyembuhannya tidak akan mudah.
Isral dan Hamas telah mencapai kesepakatan gencatan senjata yang akan mulai berlaku Minggu 19 Januari 2025. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu akhirnya juga menyetujui kesepakatan tersebut.
Kesepakatan tersebut tidak dapat dilaksanakan sebelum disetujui oleh kabinet keamanan dan pemerintah Israel. Kabinet keamanan negara dan kemudian pemerintah sekarang perlu bertemu untuk meratifikasi perjanjian tersebut. Dua menteri sayap kanan garis keras, Itamar Ben Gvir dan Bezalel Smotrich menentang kesepakatan tersebut. Mereka mengatakan mereka akan mengundurkan diri sebagai protes. Namun mereka telah memberi sinyal bahwa mereka tidak akan bergabung dengan oposisi untuk menjatuhkan pemerintah.
Berakhirnya perang tentu hal yang sangat ditunggu. Namun sayangnya, ini bukanlah akhir dari penderitaan Palestina. Hari setelah ini di Gaza tidak akan lebih buruk lagi.
- Industri Banyak Mengeluh karena Program Gas Murah Berakhir
- Inflasi AS Melambat, Bitcoin Bisa Tancap Gas Lagi?
- OJK Ungkap Data Pengaduan Konsumen Investree dan KoinP2P hingga Akhir 2024
Selama 15 bulan terakhir, Israel telah mengubah daerah kantong Palestina yang telah lama dikepung menjadi layaknya gurun. Pada pertengahan Desember, penilaian UNOSAT terhadap citra satelit mengungkapkan 170.812 bangunan telah rusak atau hancur di Gaza sejak dimulainya serangan Israel pada Oktober 2023.
Angka ini mewakili 69 persen dari semua bangunan di daerah kantong tersebut. Kerusakan dan kehancuran juga mencakup lebih dari 90 persen dari semua bangunan sekolah , dan setiap universitas di Gaza .
Dikutip dari Al Jazeera Jumat 17 Januari 2025, angka kerusakan mencakup Museum Rafah, Perpustakaan Jawaharlal Nehru di Universitas Al-Azhar, dan Perpustakaan Kota Gaza. Angka ini mencakup Masjid Agung Gaza dan Gereja Saint Porphyrius. Angka ini mencakup sebagian besar rumah sakit di Gaza dan hampir 70 persen dari pusat kesehatannya.
Citra satelit juga menunjukkan bahwa 70 persen infrastruktur pertanian Gaza telah hancur secara sistematis dalam perang. Baik karena penembakan atau karena beban kendaraan militer yang berat. Akibatnya, produksi pangan di Gaza telah mencapai titik terendah sepanjang tahun 2024. Seluruh penduduk daerah kantong itu kini mengalami kerawanan pangan dan sebagian besar menghadapi tingkat kelaparan yang sangat kritis.
Pada bulan April 2024, penilaian bersama antara Bank Dunia dan PBB menunjukkan bahwa 92 persen jalan utama di Gaza rusak atau hancur. Setidaknya 75 persen infrastruktur telekomunikasi rusak atau hancur. Perusahaan Distribusi Listrik Gaza dilaporkan telah kehilangan 90 persen mesin dan peralatannya serta mengalami kerugian sebesar $450 juta.
Sedangkan menurut analisis data satelit Copernicus Sentinel-1 yang dikutip Reuters, sebanyak 60% dari semua bangunan di Gaza kemungkinan telah rusak atau hancur. Volume puing yang tertinggal sangat besar. Situasi yang menambah kompleksitas pembersihannya setelah gencatan senjata adalah banyaknya persenjataan yang belum meledak. Selain risiko dari asbes dan kontaminan lainnya terutama di kamp-kamp pengungsian.
Organisasi Kesehatan Dunia mengatakan sejumlah besar debu yang terlepas dari bangunan yang hancur melepaskan bahan berbahaya. Materi tersebut melayang ke udara atau meresap ke dalam persediaan air, sehingga berisiko menimbulkan masalah kesehatan serius bagi penduduk Gaza.
Di Jalur Gaza, konsentrasi kerusakan tertinggi terjadi di wilayah utara Gaza yang penduduknya diperintahakn untuk mengungsi oleh Israel pada bulan pertama konflik setelah mengepung Kota Gaza. Menurut analisis, sebanyak 70% bangunan di Gaza Utara dan 74% di Kota Gaza kemungkinan rusak atau hancur. Citra satelit menunjukkan puing-puing dan reruntuhan bangunan di area tersebut.
- LK21 dan Layarkaca21 Ilegal, Ini 7 Alternatif Nonton Film dan Drama Legal
- 7 Platform Nonton Film dan Drama Alternatif LK21 dan IDLIX yang Aman
- Saham Antam (ANTM) Terkerek Naik, Rencana Akuisisi Tambang Emas Jadi Katalis
Dalam bulan-bulan terakhir operasi militer Israel , hanya satu dari tiga pabrik desalinasi yang beroperasi. Ini hanya menyediakan 7 persen dari kebutuhan pasokan air Gaza. Dan, menurut Oxfam, semua pabrik pengolahan air limbah dan sebagian besar stasiun pemompaan limbah di Gaza telah dipaksa tutup karena blokade bahan bakar dan listrik yang diberlakukan Israel.
Tragedi Sesungguhnya
Namun tragedi sesungguhnya di sini bukanlah infrastruktur, jalan, dan bangunan yang porak poranda. Apa yang bisa disaksikan di Gaza sebenarnya adalah kehancuran seluruh masyarakat. Perang faktanya tidak hanya menghancurkan lanskap, tetapi juga menghancurkan tatanan kehidupan sosial, budaya, intelektual, dan ekonomi Gaza hingga berkeping-keping.
Jumlah korban meninggal akibat operasi militer Israel di Gaza telah mendekati 50.000. Meski sejumlah pihak menilai kemungkinan besar jumlah tersebut jauh lebih kecil dari jumlah sebenarnya. Aljazeera menyebut para pejabat di Gaza sudah lama kehilangan kemampuan untuk menghitung jumlah korban tewas secara akurat.
Ribuan orang diperkirakan masih tertimbun reruntuhan. Pada bulan Juni 2024, sebuah studi yang diterbitkan oleh Lancet memperkirakan jumlah korban meninggal sebenarnya akibat serangan Israel di Gaza bisa mencapai lebih dari 186.000. Lebih dari enam bulan kemudian, jumlah korban meninggal kini tidak diragukan lagi jauh melampaui perkiraan ini.
Di antara mereka yang meninggal adalah ribuan guru sekolah, profesor universitas, dan mahasiswa – anak-anak dan kaum muda yang seharusnya membangun masa depan Gaza. Selain itu lebih dari 1.000 dokter dan petugas kesehatan juga meninggal dalam perang.
Tugas Berat
Membangun kembali Gaza setelah perang akan menjadi tugas yang berat . Menurut beberapa perkiraan biayanya akan lebih dari $50 miliar. Namun, investasi sebesar itu pun tidak akan cukup untuk menggantikan ribuan orang pintar sepergi dokter, pendidik, dan mahasiswa yang telah tiada. Tidak ada jumlah uang yang cukup untuk menyembuhkan dan membangun kembali masyarakat yang hancur akibat kekerasan dan kebrutalan yang tak terbayangkan ini.
- Industri Banyak Mengeluh karena Program Gas Murah Berakhir
- Inflasi AS Melambat, Bitcoin Bisa Tancap Gas Lagi?
- OJK Ungkap Data Pengaduan Konsumen Investree dan KoinP2P hingga Akhir 2024
Kesulitan dalam membangun kembali juga berakar pada kenyataan bahwa para penyintas juga mengalami trauma, hancur. Mereka semua telah mengungsi berkali-kali. Mereka kehilangan keluarga, teman, dan kolega. Mereka kehilangan rumah, komunitas mereka. Mereka bukan orang yang sama seperti 15 bulan lalu. Dan penyembuhan tidak akan mudah.
Diperlukan waktu bertahun-tahun bahkan puluhan tahun investasi politik global yang tak tergoyahkan dalam pembangunan manusia agar Gaza punya kesempatan untuk pulih dari situasi ini. Pada akhirnya, perang tampaknya akan berakhir. Namun, masa depan Gaza tetap suram. Tetapi Gaza harus dipastikan bisa pulih lagi.