<p>Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyampaikan hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia di Jakarta, Kamis (19/3/2020). RDG Bank Indonesia memutuskan menurunkan suku bunga acuan 7-Day Reverse Repo Rate sebanyak 25 basis poin menjadi 4,5 persen. FOTO ANTARA/Puspa Perwitasari/ama.</p>
Nasional

Tidak Terpengaruh The Fed, BI Tahan Suku Bunga Acuan di Level 3,5 Persen

  • Bank Indonesia kembali mempertahankan suku bunga acuan (BI Rate) di level 3,5%.

Nasional

Yosi Winosa

JAKARTA - Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada16-17 Maret 2022 memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 3,50%, suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,25%. 

Gubernur BI Perry Warjiyo menyatakan keputusan ini menyusul terkendalinya inflasi dan tekanan eksternal yang meningkat terhadap stabilitas nilai tukar, terutama terkait dengan ketegangan geopolitik Rusia-Ukraina. 

Adapun keputusan BI ini tidak terpengaruh dengan langkah Bank Sentral Amerika Serikat The Fed menaikkan suku bunga sebanyak 25 basis poin atau 0,25% menjadi di kisaran 0,25%-0,5%.

Sejalan dengan keputusan mempertahankan suu bunga acuan tersebut, sejumlah bauran kebijakan juga ditempuh BI. Di antaranya memperkuat kebijakan nilai tukar rupiah, melanjutkan kebijakan transparansi suku bunga dasar kredit, dan memastikan kecukupan kebutuhan uang jelang Ramadan dan Idul Fitri 2022.

Selain itu, menyiapkan penyedia jasa pembayaran (PJP) khususnya PJP first mover agar mengimplementasikan Standar Nasional Open API Pembayaran (SNAP) guna mendukung interlink antara perbankan dan fintech, memperluas kerja sama dengan bank sentral dan otoritas negara mitra lainnya.

Kemudian, memfasilitasi penyelenggaraan promosi investasi dan perdagangan bekerja sama dengan instansi terkait. Terakhir, bersama Kementerian Keuangan menyukseskan 6 (enam) agenda prioritas jalur keuangan Presidensi Indonesia pada G20 tahun 2022.

“Bank Indonesia juga terus mengoptimalkan strategi bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas dan mendukung pemulihan ekonomi lebih lanjut ditengah tekanan eksternal,” kata dia dalam konferensi pers virtual, Kamis, 17 Maret 2022.

Pemulihan Ekonomi Global Lambat

Menurut Perry, perbaikan ekonomi dunia saat ini masih berlanjut namun berpotensi lebih rendah dari prakiraan sebelumnya. Ini disertai ketidakpastian pasar keuangan yang meningkat, seiring dengan eskalasi ketegangan geopolitik Rusia-Ukraina. 

Eskalasi ketegangan geopolitik yang diikuti dengan pengenaan sanksi berbagai negara terhadap Rusia mempengaruhi transaksi perdagangan, pergerakan harga komoditas, dan pasar keuangan global, di tengah penyebaran COVID-19 yang mulai mereda.

Hal ini tercermin dari proyeksi pertumbuhan ekonomi dan volume perdagangan berbagai negara, seperti Eropa, Amerika Serikat (AS), Jepang, Tiongkok, dan India yang berpotensi lebih rendah dari proyeksi sebelumnya. 

“Harga komoditas global meningkat, termasuk komoditas energi, pangan, dan logam, sehingga memberikan tekanan pada inflasi global,” kata Perry.

Ketidakpastian di pasar global juga meningkat karena eskalasi ketegangan geopolitik Rusia-Ukraina, ditambah kenaikan suku bunga bank sentral AS dan percepatan normalisasi kebijakan moneter di negara maju lainnya, sebagai respons terhadap meningkatnya tekanan inflasi akibat kenaikan harga energi. 

Alhasil, aliran modal kian terbatas seiring dengan risiko pembalikan arus modal ke aset yang dianggap aman (safe haven asset), dan tekanan nilai tukar negara berkembang, termasuk Indonesia.

NPI Diprediksi Tetap Positif

 Di sisi lain, Kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) dinilai masih akan baik sehingga mendukung ketahanan sektor eksternal. Defisit transaksi berjalan pada kuartal I-2022 diprakirakan tetap rendah, didorong oleh surplus neraca barang yang berlanjut. 

Neraca perdagangan Februari 2022 mencatat surplus sebesar US$3,8 miliar atau Rp54,4 triliun (kurs Rp14.314 per dolar AS). Ini didukung oleh kenaikan surplus neraca perdagangan non migas, terutama sejalan dengan meningkatnya harga komoditas global, seperti batu bara, besi dan baja, serta CPO, di tengah meningkatnya defisit neraca perdagangan migas. 

Sementara aliran masuk modal asing ke pasar keuangan domestik tertahan seiring peningkatan ketidakpastian pasar keuangan global. Hal ini tercermin dari investasi portofolio yang mencatat net outflow sebesar US$0,4 miliar atau Rp5,7 triliun pada periode Januari hingga 15 Maret 2022. 

Posisi cadangan devisa Indonesia akhir Februari 2022 tercatat sebesar US$141,4 miliar atau Rp2.023,5 triliun. Nilai ini dengan pembiayaan 7,5 bulan impor atau 7,3 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Kemudian berada di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor. 

Kinerja NPI pada 2022 diprakirakan tetap terjaga dengan defisit transaksi berjalan yang  tetap rendah dalam kisaran 1,1% - 1,9% dari PDB. Selain itu, neraca transaksi modal dan finansial diprakirakan tetap surplus, terutama dalam bentuk penanaman modal asing (PMA), sejalan dengan iklim investasi dalam negeri yang tetap terjaga.

Kurs Rupiah Stabil

Menurut Perry, nilai tukar rupiah tetap terjaga di tengah kembali meningkatnya ketidakpastian di pasar keuangan global. Nilai tukar rupiah pada 16 Maret 2022 menguat 0,38% secara point to point dan 0,01% secara rerata dibandingkan dengan level akhir Februari 2022. 

Perkembangan nilai tukar tersebut ditopang pasokan valas domestik dan persepsi positif terhadap prospek perekonomian domestik, di tengah meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global. 

Dengan perkembangan tersebut, rupiah sampai dengan 16 Maret 2022 mencatat depresiasi sekitar 0,42% dibandingkan dengan level akhir 2021. Nilai ini relatif lebih rendah dibandingkan dengan depresiasi dari mata uang sejumlah negara berkembang lainnya, seperti Malaysia (0,76%, ytd), India (2,53%, ytd), dan Filipina (2,56%, ytd). 

“Ke depan, Bank Indonesia akan terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah sesuai dengan bekerjanya mekanisme pasar dan fundamental ekonomi, melalui langkah-langkah mendorong efektivitas operasi moneter dan ketersediaan likuiditas di pasar,” kata Perry.

Inflasi Tetap Rendah

Ditambahkan Perry, Inflasi tetap rendah dan mendukung stabilitas perekonomian. Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Februari 2022 tercatat deflasi sebesar 0,02% (mtm). Secara tahunan, inflasi IHK Februari 2022 tercatat 2,06% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan inflasi bulan sebelumnya sebesar 2,18% (yoy). 

Perkembangan tersebut dipengaruhi oleh inflasi inti yang tetap rendah di tengah permintaan domestik yang mulai meningkat, stabilitas nilai tukar yang terjaga, dan konsistensi kebijakan Bank Indonesia dalam mengarahkan ekspektasi inflasi.

 Inflasi kelompok volatile food melambat terutama dipengaruhi oleh terjaganya pasokan dan peningkatan produksi. Di sisi lain, inflasi kelompok administered prices masih dipengaruhi oleh dampak kenaikan cukai tembakau dan penyesuaian harga bahan bakar rumah tangga, kendati sudah melambat. 

Inflasi pada tahun 2022 diprakirakan terkendali dalam sasaran 3,0%±1%, sejalan dengan masih memadainya sisi penawaran dalam merespons kenaikan sisi permintaan, tetap terkendalinya ekspektasi inflasi, stabilitas nilai tukar Rupiah, serta respons kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia dan Pemerintah. 

“Sejumlah risiko terhadap inflasi terus diwaspadai, termasuk dampak kenaikan harga komoditas global. Bank Indonesia tetap berkomitmen menjaga stabilitas harga dan memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah melalui Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID) guna menjaga inflasi IHK dalam kisaran sasarannya,” tambah Perry.