Ilustrasi pegawai PGN
Korporasi

Tindaklanjuti Rekomendasi BPK, PGN dan IAE Jalin Koordinasi Intensif

  • PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) langsung berkordinasi untuk menindaklanjuti temuan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), salah satunya terkait pemberian Advance payment kepada PT Inti Alasindo Energi (IAE).

Korporasi

Alvin Pasza Bagaskara

JAKARTA - PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) atau PGN langsung berkordinasi untuk menindaklanjuti temuan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), salah satunya terkait pemberian Advance payment kepada PT Inti Alasindo Energi (IAE).

Berdasarkan laporan ikhtisar hasil pemeriksaan semester (IHPS) I 2023 yang dikutip pada Kamis, 6 Desember 2023, BPK mengungkapkan bahwa perjanjian Jual Beli Gas (PJGB) senilai US$15 juta antara PGN dan IAE tidak memiliki dukungan mitigasi risiko yang memadai.

Dampaknya, sisa uang muka sebesar US$14,19 juta kemungkinan besar tidak dapat tertagih, berpotensi memberikan beban pada keuangan perusahaan.

Asal tahu saja, PGN dan IAE memiliki rencana untuk bermitra dalam penyaluran gas dari Lapangan BD-HCML oleh IAE kepada PGN. Saat pelaksanaan kerja sama, hal itu dilaksanakan dalam upaya untuk menjaga keamanan pasokan dan layanan penyaluran gas bumi ke pelanggan.

Menyikapi temuan BPK tersebut, Direktur Strategi dan Pengembangan Bisnis PGN Rosa Permata Sari menjelaskan bahwa PGN selalu berkomunikasi dengan IAE terkait pengembalian advance payment yang telah disalurkan oleh PGN.

Sebab, kata Rosa, koordinasi ini menjadi kunci untuk memastikan pengembalian advance payment dari aktivitas bisnis IAE. Ia menyebut hingga saat ini, berbagai upaya telah dilakukan kedua belah pihak dan menyisakan Advance Payment sebesar US$ 14.194.333 atau US$ 14,19 juta.

“Kami mengusulkan agar sisa advance payment dapat dikembalikan melalui sebagian porsi revenue IAE dan berharap IAE dapat berkoordinasi internal dengan lender soal besaran porsinya,” ujar Rosa dalam keterangan tertulisnya pada Selasa, 5 Desember 2023

Lain daripada itu, karena kondisi eksisting yang mengalami oversupply, PGN belum bisa melanjutkan PJBG Interruptable dan mengusulkan agar IAE menjual gas ke pelanggan lain. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan penjualan IAE, yang pada gilirannya akan mempercepat proses pengembalian Advance Payment.

“Atas rekomendasi dari BPK RI, PGN juga telah melaksanakan koordinasi dengan PT Pertamina dan Kementerian BUMN terkait rencana pengembalian Uang Muka PT IAE,” ujar Rosa.

Rosa menjelaskan bahwa secara prinsip, IAE bersedia menerima usulan dari PGN. IAE akan berkomunikasi internal dengan para pemegang saham dan pemberi pinjaman terkait bagian pendapatan yang dapat diberikan kepada PGN.

Setelah mencapai kesepakatan internal dengan para pemangku kepentingan dan pemberi pinjaman, IAE berharap opsi ini dapat segera diimplementasikan agar pengembalian Advance Payment dapat dilakukan dengan segera.

“Untuk saat ini, yang dapat kami sampaikan adalah PGN dan IAE akan menyiapkan detail skema pengembalian Advance Payment secara lebih lanjut. Secara paralel, kami juga sudah meminta kepada IAE untuk melaksanakan kewajiban sesuai kontrak. Selain itu, kami juga sudah menindaklanjuti rekomendasi BPK ini ke APH,” tutup Rosa.

Seperti diketahui, advance payment adalah  metode pembayaran paling umum digunakan dalam transaksi jual beli internasional. Di dunia ekspor impor, makna advance payment adalah pembayaran di muka oleh pemesan barang atau importir kepada pembuat barang atau eksportir dengan jumlah 100% atau kurang dari itu.

Meski lazim dilakukan, advance payment termasuk transaksi dengan risiko tinggi, terutama dari sisi importir. Atas dasar itu, transaksi advance payment biasanya memerlukan surat kontrak, yang disebut dengan advance payment bond. Pihak-pihak yang wajib menandatangani advance payment bond adalah importir, eksportir, dan pihak in-between transaksi seperti pengirim, pengurus kepabeanan, dan lain sebagainya.