Tinggal Dua Bulan Menjabat, Trump Sempat Ingin Serang Iran
WASHINGTON-Presiden Amerika Donald Trump hampir saja membuat gebrakan mengejutkan di akhir-akhir masa jabatannya ketika pada pekan lalu sempat mengajukan opsi menyerang situs nuklir utama milik Iran. Menurut seorang pejabat pemerintahan Amerika Trump membuat permintaan tersebut ketika melakukan rapat di Kantor Oval pada Kamis 12 November 2020 bersama sejumlah pejabat keamanan negara, termasuk Wakil Presiden Mike […]
Nasional & Dunia
WASHINGTON-Presiden Amerika Donald Trump hampir saja membuat gebrakan mengejutkan di akhir-akhir masa jabatannya ketika pada pekan lalu sempat mengajukan opsi menyerang situs nuklir utama milik Iran.
Menurut seorang pejabat pemerintahan Amerika Trump membuat permintaan tersebut ketika melakukan rapat di Kantor Oval pada Kamis 12 November 2020 bersama sejumlah pejabat keamanan negara, termasuk Wakil Presiden Mike Pence, Menteri Luar Negeri Mike Pompeo, Pejabat Menteri Pertahanan Christopher Miller, Jenderal Mark Milley, dan ketua dari Kepala Staf Gabungan. Akhirnya memutuskan untuk tidak jadi mengambil langkah yang tiba-tiba itu.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
Opsi itu diajukan dalam sisa waktu dua bulan masa jabatan Trump, sebelum ia harus menyerahkan kekuasaan kepada Presiden AS Terpilih, Joe Biden, pada 20 Januari 2021–meskipun hingga saat ini Trump masih menolak mengakui hasil pemilu.
Sumber pejabat pemerintahan yang sama mengonfirmasi laporan mengenai rapat tersebut oleh The New York Times, yang menyebut bahwa para penasihat membujuk Trump agar tidak mengambil keputusan penyerangan karena berisiko menimbulkan konflik yang lebih luas.
“Dia (Presiden Trump) mengajukan opsi. Mereka (para penasihat Trump) memaparkan skenario dan ia akhirnya memutuskan untuk tidak melanjutkan hal itu,” ujar pejabat tersebut sebagaimana dikutip Reuters Selasa 17 November 2020. Gedung Putih menolak berkomentar mengenai hal ini.
Selama empat tahun kepemimpinan, Trump telah mengambil kebijakan yang agresif untuk menentang Iran, keluar dari perjanjian nuklir Iran pada 2018–yang dinegosiasikan oleh Presiden Barack Obama, serta menjatuhkan sanksi ekonomi yang menarget Iran.
Laporan IAEA
Permintaan penyerangan oleh Trump kali ini muncul satu hari setelah Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) mengeluarkan laporan yang menyebut Iran telah selesai memindahkan kucuran pertama dari pembangkit di atas permukaan tanah ke situs pengayaan uranium di bawah tanah, yang merupakan suatu pelanggaran terbaru atas perjanjian nuklir Iran.
Pasokan uranium-yang-diperkaya milik Iran kini mencapai 2,4 ton–jauh dari batas 202,8 kilogram yang disepakati. Iran memproduksi 337,5 kilogram uranium pada kuartal III 2020, lebih sedikit dari catatan IAEA pada dua kuartal sebelumnya, yakni 500 kilogram.
Pada Januari lalu, Trump memerintahkan serangan drone di bandara Baghdad, yang menewaskan pemimpin militer Iran, Jenderal Qassem Soleimani.
Setelahnya, Trump menghindari konflik militer yang lebih luas lagi serta berupaya menarik pasukan AS dari sejumlah titik konflik dunia dengan berjanji menyudahi hal yang ia sebut “perang tak berujung”.
Dan jika jadi dilakukan, serangan AS ke situs nuklir utama Iran di Natanz dapat menimbulkan konflik di kawasan serta memberikan tantangan serius bagi kebijakan luar negeri Joe Biden nantinya.
Tim transisi pemerintahan Biden, yang saat ini belum mempunyai akses terhadap sistem keamanan nasional karena penolakan Trump untuk masa peralihan kekuasaan, menolak berkomentar mengenai hal ini.