<p>Gerai PT Tiphone Mobile Indonesia Tbk, / Tiphone.co.id</p>
Industri

Tiphone Mobile Terancam Delisting, Berapa Kerugian Telkom Sebagai Pemegang Saham Mayoritas?

  • JAKARTA – Bursa Efek Indonesia (BEI) telah mengeluarkan surat potensi delisting atau dikeluarkan dari lantai bursa kepada PT Tiphone Mobile Indonesia Tbk (TELE). Surat potensi delisting terhadap anak usaha PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM) itu menyusul suspensi yang sebelumnya dilakukan BEI sejak Rabu, 10 Juni 2020. Berdasarkan Peraturan Bursa Nomor I-I tentang Penghapusan Pencatatan […]

Industri
Fajar Yusuf Rasdianto

Fajar Yusuf Rasdianto

Author

JAKARTA – Bursa Efek Indonesia (BEI) telah mengeluarkan surat potensi delisting atau dikeluarkan dari lantai bursa kepada PT Tiphone Mobile Indonesia Tbk (TELE). Surat potensi delisting terhadap anak usaha PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM) itu menyusul suspensi yang sebelumnya dilakukan BEI sejak Rabu, 10 Juni 2020.

Berdasarkan Peraturan Bursa Nomor I-I tentang Penghapusan Pencatatan (Delisting) dan Pencatatan Kembali (Relesting) Saham, disebutkan bahwa BEI bisa menghapus perusahaan tercatat apabila emiten tersebut telah disuspensi sekurang-kurangnya 24 bulan. Sementara sekarang, suspensi pada TELE sudah genap 6 bulan semenjak surat suspensi pertama dilayangkan BEI.

Delisting juga bisa terjadi apabila perusahaan mengalami peristiwa yang secara signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha perseroan. Baik secara finansial ataupun secara hukum.

“Dan perusahaan tercatat tidak dapat menunjukkan indikasi pemulihan yang memadai,” tulis surat BEI itu, Kamis, 10 Desember 2020.

Hingga saat ini, diketahui bahwa Telkom masih memiliki total 24% saham TELE melalui PT PINS Indonesia (PINS). Total lembar saham yang dimiliki Telkom mencapai 1,75 miliar.

Berdasarkan laporan keuangan Telkom per 30 September 2020, Tiphone diketahui telah memberikan kerugian bersih kepada perseroan sebesar Rp6 miliar. Padahal, modal yang disetorkan kepada distributor kartu selular itu mencapai Rp1,39 triliun.

Utang Menggunung

Sementara berdasarkan laporan keuangan terakhir yang dikeluarkan TELE pada 30 September 2019, perusahaan ini tercatat hanya memiliki ekuitas senilai Rp4,28 triliun. Sedangkan utang perseroan saat itu telah menggunung hingga Rp4,29 triliun.

Nilai itu terdiri dari utang bank jangka pendek Rp600 miliar dan utang obligasi Rp539,03 miliar. Selanjutnya utang obligasi jangka panjang Rp609,75 miliar dan utang bank jangka panjang Rp2,55 triliun.

Diketahui pula bahwa sejak menggenggam saham TELE yang didirikan oleh Henky Setiawan itu, PINS ataupun Telkom belum pernah sekalipun menikmati hasil yang membanggakan. Maklum, selama periode 2015-2019, deviden yang diberikan TELE kepada pemegang sahamnya tergolong mini.

Pada 2015, TELE membayarkan dividen tahun buku 2014 sebesar Rp 92,60 miliar. Di 2016, dividen untuk tahun buku 2015 menjadi Rp 116,97 miliar.

Di 2017 deviden yang dibayarkan ke pemegang saham sebesar Rp 36,55 miliar dan tahun 2019 lalu TELE menetapkan dividen tahun buku 2018 sebesar Rp 39,78 miliar.

Berdasarkan laporan keuangan TELE tersebut, selama periode 2015-2019, total dividen yang dibayarkan kepada pemegang saham hanya Rp 285,9 miliar. Dengan asumsi memiliki 24 persen saham, jatah dividen yang diperoleh PINS selama periode itu sekitar Rp 68,61 miliar.

Padahal, TELE selama ini selalu mendapatkan keuntungan bisnis dari TLKM dan anak usahanya PT Telkomunikasi Seluler. Sebagai gambaran, per September 2019, dari total pendapatan TELE Rp18,69 triliun, kontribusi group TLKM mencapai Rp13,23 triliun atau 71 persen.

Di periode sama 2018, kontribusi group TLKM ke TELE mencapai Rp15,45 triliun dari seluruh pendapatan perusahaan itu Rp21,81 triliun.