
Tiru Negara Maju, Nasabah Asuransi Kesehatan Harus Bayar 10 Persen dari Biaya saat Klaim
- Dengan adanya co-insurance, peserta akan lebih bijak dalam menggunakan layanan kesehatan dan menghindari moral hazard, di mana layanan dimanfaatkan secara berlebihan karena sepenuhnya ditanggung oleh asuransi.
IKNB
JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah menyusun regulasi khusus terkait asuransi kesehatan guna meningkatkan tata kelola dan keberlanjutan industri.
Aturan ini diharapkan membawa manfaat bagi nasabah maupun perusahaan asuransi. Salah satu poin yang akan diatur adalah berkaitan dengan skema co-insurance, yang mana nasabah pemegang polis asuransi kesehatan harus membayar 10% dari biaya penanganan saat mereka melakukan klaim.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (PPDP) OJK, Ogi Prastomiyono, menjelaskan berbagai ketentuan dalam Rancangan Surat Edaran OJK (RSEOJK) Asuransi Kesehatan serta dampaknya terhadap industri dan masyarakat.
- Downgrade Saham RI Iringi Peresmian Danantara
- Danantara Buka Lowongan, Seleksi Dilakukan Profesional Dalam dan Luar Negeri
- Jadi Petinggi Danantara, Inilah Kasus Hukum yang Menghantui Dony Oskaria
Penerapan Co-Insurance dalam Produk Asuransi Kesehatan
Salah satu poin utama dalam regulasi baru ini adalah penerapan co-insurance sebesar minimal 10% untuk manfaat rawat jalan. Artinya, pemegang polis, tertanggung, atau peserta harus menanggung minimal 10% dari total klaim.
Menurut Ogi, ketentuan ini bertujuan untuk meningkatkan tanggung jawab finansial peserta sehingga dapat menekan klaim berlebihan.
“Dengan adanya co-insurance, peserta akan lebih bijak dalam menggunakan layanan kesehatan dan menghindari moral hazard, di mana layanan dimanfaatkan secara berlebihan karena sepenuhnya ditanggung oleh asuransi,” ujarnya melalui jawaban tertulis, dikutip Senin, 3 Maret 2025.
Bagi perusahaan asuransi, regulasi ini akan membantu dalam pengelolaan risiko klaim yang lebih baik. Di sisi lain, bagi nasabah, aturan ini dapat meningkatkan kesadaran akan biaya layanan kesehatan serta mendorong pemanfaatan asuransi secara lebih efektif.
Skema co-insurance ini sendiri sudah digunakan di beberapa negara maju seperti Amerika Serikat, Kanada, Prancis, Inggris, Singapura, Korea Selatan, dan Jepang.
- Baca Juga: Premi Tumbuh Positif tapi Hasil Investasi Merosot, Pendapatan Industri Asuransi Jiwa Tekoreksi
Medical Advisory Board Tingkatkan Kualitas Underwriting
Dalam RSEOJK Asuransi Kesehatan juga diusulkan pembentukan Medical Advisory Board (MAB), yang akan bertugas memberikan nasihat dan melakukan telaah utilisasi (utilization review) terhadap produk asuransi kesehatan.
“MAB merupakan salah satu best practice global yang akan membantu meningkatkan kualitas underwriting di industri asuransi kesehatan,” jelas Ogi. Dengan adanya MAB, diharapkan proses penentuan risiko dan manfaat asuransi dapat lebih objektif, transparan, dan sesuai dengan standar medis.
Terkait dengan regulasi ini, OJK masih membuka ruang diskusi dengan industri dan asosiasi terkait guna menyerap masukan dari berbagai pihak sebelum aturan final diterbitkan.
Kaitan dengan Rencana Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan
Sebelumnya, sempat beredar wacana bahwa iuran BPJS Kesehatan akan mengalami kenaikan pada tahun 2026. Namun, OJK menyatakan bahwa kebijakan terkait Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sepenuhnya berada di bawah kewenangan pemerintah.
“Skema JKN diatur oleh pemerintah dan kebijakan mengenai iuran tentunya mempertimbangkan berbagai faktor, baik internal maupun eksternal,” ujar Ogi. OJK sendiri belum terlibat secara langsung dalam pembicaraan mengenai rencana kenaikan iuran tersebut.
- Downgrade Saham RI Iringi Peresmian Danantara
- Danantara Buka Lowongan, Seleksi Dilakukan Profesional Dalam dan Luar Negeri
- Jadi Petinggi Danantara, Inilah Kasus Hukum yang Menghantui Dony Oskaria
Skema Coordination of Benefits (CoB) dalam Asuransi Kesehatan
Dalam RSEOJK Asuransi Kesehatan juga terdapat ketentuan mengenai Coordination of Benefits (CoB), yang mengatur bahwa BPJS Kesehatan akan menjadi layer pertama dalam skema perlindungan kesehatan, sementara asuransi kesehatan swasta berperan sebagai layer kedua.
Menurut Ogi, skema ini bertujuan untuk memperkuat ekosistem kesehatan nasional dan memberikan lebih banyak pilihan layanan bagi masyarakat. “Diharapkan dengan adanya CoB, ekosistem kesehatan menjadi semakin kuat dan masyarakat mendapatkan akses layanan kesehatan yang lebih baik,” katanya.
Namun, mekanisme teknis penerapan CoB masih perlu diatur lebih lanjut. Keputusan Menteri Kesehatan yang dikeluarkan pada September 2024 telah mengatur skema ini secara umum, tetapi detail teknisnya masih dalam tahap pembahasan.
Bagi industri asuransi, skema CoB ini berpotensi mengurangi beban klaim yang belakangan meningkat signifikan. Dengan BPJS Kesehatan sebagai layer pertama, asuransi swasta hanya akan menanggung biaya di luar cakupan BPJS, sehingga dapat meningkatkan efisiensi keuangan perusahaan asuransi.
Bagi pemegang polis, skema ini menawarkan kepastian dalam akses layanan kesehatan, karena mereka dapat memanfaatkan perlindungan ganda dengan BPJS Kesehatan dan asuransi swasta secara lebih optimal.