Tok! Mahkamah Konstitusi Resmi Batalkan Peleburan ASABRI dan BPJS Ketenagakerjaan
- MK menghapus ketentuan pasal tersebut yang mengatur tentang peleburan PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Persero) alias ASABRI ke BPJS Ketenagakerjaan.
Nasional
JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan uji materi pasal 57 huruf e dan pasal 65 ayat (1) UU nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
MK menyatakan Pasal 57 huruf e dan Pasal 65 ayat (1) UU BPJS bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Dengan begitu, MK menghapus ketentuan pasal tersebut yang mengatur tentang peleburan PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Persero) alias ASABRI ke BPJS Ketenagakerjaan.
“Amar putusan, mengadili, mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Anwar Usman dalam pembacaan putusan, dikutip dari laman MK, Jumat 1 Oktober 2021.
- Bioskop Sudah Resmi Dibuka Lagi, Ini Cara Aman untuk Nonton Film Saat Masih Pandemi
- NH Korindo Harap IHSG Bergerak Lebih Tinggi, Saham Pilihan Hari Ini: ASII, UNVR, AKRA, JPFA, dan BMRI
- HSBC dan Temasek Luncurkan Platform Pembiayaan Utang untuk Infrastruktur Berkelanjutan
Dengan begitu, MK membatalkan pengalihan penyelenggaraan pengelolaan hak-hak pensiun aparatur sipil negara (ASN) dari PT TASPEN (Persero) kepada BPJS Ketenagakerjaan dan pengelolaan hak-hak pensiun anggota TNI/POLRI dari PT ASABRI kepada BPJS Ketenagakerjaan sebagaimana diatur dalam Pasal 57 huruf f dan Pasal 65 ayat (2) UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS.
Mahkamah Konstitusi menilai, kedua pasal tersebut akan menimbulkan kerugian konstitusional di kemudian hari bilamana 'Program Tabungan Hari Tua dan Program Pembayaran Pensiun' dialihkan kepada BPJS Ketenagakerjaan paling lambat tahun 2029. Alhasil, putusan MK itu menjamin ASN/TNI/POLRI untuk menerima hak-hak pensiun mereka secara utuh dan penuh.
Dalam putusan MK Nomor 72/PUU-XVII/2019 disebutkan bahwa peleburan persero yang bergerak dalam penyelenggaraan jaminan sosial menjadi BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan sesuai Pasal 57 dan Pasal 65 UU 24/2011 berlawanan atau tidak sejalan dengan pilihan kebijakan pembentuk undang-undang saat membentuk UU 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional yang menghendaki konsep banyak lembaga atau lembaga majemuk.
Dalam putusannya, MK menyatakan sekalipun UU 40/2004 mengharuskan badan/lembaga yang bergerak di bidang penyelenggaraan jaminan sosial bertransformasi menjadi BPJS, namun tidak berarti badan tersebut dihapuskan dengan model atau cara menggabungkannya dengan persero lainnya yang memiliki karakter berbeda.
“Melainkan cukup hanya dengan melakukan perubahan terhadap bentuk hukum badan hukum dimaksud dan melakukan penyesuaian terhadap kedudukan badan hukum tersebut serta memperkuat regulasi yang mengamanatkan kewajiban penyelenggara jaminan sosial untuk diatur dengan undang-undang.”
Hal tersebut dilakukan demi menghindari terjadinya potensi kerugian hak-hak peserta program tabungan hari tua dan pembayaran pensiun yang telah dilakukan oleh persero sebelum dialihkan, khususnya berkaitan dengan nilai manfaat.
Oleh karenanya, meskipun pilihan melakukan transformasi menjadi BPJS Ketenagakerjaan dimaksud merupakan kebijakan pembentuk undang-undang, namun transformasi harus dilakukan secara konsisten dengan konsep banyak lembaga yang hal itu tidak dapat dipisahkan dari karakter dan kekhususan masing-masing badan penyelenggara jaminan sosial yang berbeda-beda.
Sehingga mampu memberikan jaminan kepastian hukum terhadap hak atas jaminan sosial warga negara, khususnya peserta yang tergabung di dalamnya sebagaimana dijamin dalam Pasal 28D ayat (1) juncto Pasal 28H ayat (3) dan Pasal 34 ayat (2) UUD 1945.
Walhasil, dua putusan menghasilkan bahwa pensiunan ASN/TNI/POLRI kini berhak menerima hak-hak pensiun mereka secara utuh dan penuh.