Tok! Paripurna DPR Resmi Sahkan UU Cipta Kerja, Demokrat Walk Out
Pernyataan itu ditegaskan oleh perwakilan Fraksi Partai Demokrat Benny Harman setelah tidak diizinkan menyampaikan pandangannya oleh pimpinan sidang paripurna DPR RI, Azis Syamsuddin.
Nasional
JAKARTA – Fraksi Partai Demokrat memutuskan untuk walk out atau keluar dari rapat Paripurna DPR RI pengesahan Omnibus Law Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin 5 Oktober 2020.
Pernyataan itu ditegaskan oleh perwakilan Fraksi Partai Demokrat Benny Harman setelah tidak diizinkan menyampaikan pandangannya oleh pimpinan sidang paripurna DPR RI, Azis Syamsuddin.
Azis yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua DPR RI itu menolak adanya interupsi sebelum penyampaian pandangan akhir dari pemerintah yang dibacakan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
Namun, Benny bersikeras meminta tanggapannya didengar sebelum pemerintah memberikan pandangan terhadap pengesahan RUU Cipta Kerja.
“Interupsi ketua sebelum melanjutkan, kami dikasih kesempatan, tolong,” ujar Benny.
“Tidak! Kami sudah kasih kesempatan untuk Fraksi Demokrat,” sambar Azis.
“Tidak, kami dulu!” balas Benny.
“Kita persilakan kepada pemerintah untuk menyampaikan pandangan. Nanti setelah pemerintah menyampaikan pandangannya,” tandas Azis lagi.
“Kalau tidak diberikan kesempatan kami Fraksi Demokrat menyatakan walk out dan tidak bertanggung jawab!” tegas Benny disambut riuh tepukan tangan serta sorakan dari para anggota rapat paripurna lainnya.
Demokrat dan PKS Menolak
Sebelum pemerintah memberikan pandangannya, sembilan fraksi yang mengikuti rapat paripurna telah menyampaikan pandangannya masing-masing di atas podium. Dari sembilan fraksi yang ada di DPR, hanya Demokrat dan PKS yang menolak pengesahan RUU tersebut.
Sebagai informasi, DPR RI mempercepat pelaksanaan rapat paripurna pengambilan keputusan RUU Cipta Kerja yang tadinya direncanakan pada hari Kamis 8 Oktober 2020, menjadi hari ini. Alasannya, karena laju penyebaran COVID-19 di DPR terus bertambah sehingga penutupan masa sidang dipercepat.
RUU Cipta Kerja pertama kali disampaikan Presiden Joko Widodo kepada Ketua DPR-RI melalui Surat Presiden Nomor: R-06/Pres/02/2020 tanggal 7 Februari 2020, yang menugaskan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian bersama 10 Menteri, yaitu Menteri Hukum dan HAM, Menteri Keuangan, Menteri Ketenagakerjaan, Menteri Dalam Negeri, Menteri LHK, Menteri ATR/ Kepala BPN, Menteri ESDM, Menteri KUKM, Menteri PUPR, dan Menteri Pertanian, untuk mewakili Presiden dalam pembahasan RUU Cipta Kerja di DPR-RI.
Proses pembahasan pun dilakukan bersama Badan Legislasi (Baleg) DPR RI melalui Panitia Kerja (Panja) RUU Cipta Kerja, sejak tanggal 20 Mei 2020. Dalam proses pembahasan tersebut, sangat banyak dinamika yang terjadi dalam pembahasan. Tak hanya berkaitan dengan substansi, tetapi juga situasi dan kondisi yang terjadi dalam rapat pembahasan. Tak kurang dari 63 kali Rapat Panja telah digelar, dalam rangkaian pembahasan yang cukup panjang, di tengah situasi pandemi COVID-19 yang banyak membatasi aktifitas.
Rapat Sampai 63 Kali
Menko Airlangga menjelaskan, telah dilakukan 63 kali rapat pembahasan (56 kali Rapat Panja, 6 kali Rapat Tim Mus/ Tim Sin dan 1 kali Rapat Kerja), yang dilakukan secara terbuka dan transparan, baik melalui pertemuan tatap muka maupun melalui video-conference.
Cakupan materi RUU Cipta Kerja juga sangat luas. Semula mencakup 79 UU, namun dalam pembahasannya menjadi menjadi 76 UU. Total Ada 7 UU yang dikeluarkan dari pembahasan, yaitu: 1) UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, 2) UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional, 3) UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, 4) UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, 5) UU Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran, 6) UU Nomor 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan, dan 7) UU Nomor 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian.
Adapun 4 UU yang ditambahkan dalam pembahasan yaitu: 1) UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan jo Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, 2) UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan jo. UU Nomor 36 Tahun 2008, 3) UU Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambangan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Barang Mewah Jo. UU Nomor 42 Tahun 2009, dan 4) UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.
RUU Cipta Kerja terdiri dari 15 Bab dan 174 pasal, di mana secara garis besar mencakup 1) peningkatan ekosistem investasi dan kemudahan perizinan, 2) perlindungan dan pemberdayaan UMKM dan koperasi, 3) ketenagakerjaan, 4) riset dan inovasi, 5) kemudahan berusaha, 6) pengadaan lahan, 7) kawasan ekonomi, 8) investasi Pemerintah Pusat dan Proyek Strategis Nasional, 9) Dukungan Administrasi Pemerintahan, 10) Sanksi.
“Cakupan substansi tersebut kami yakini akan dapat mendukung upaya kita bersama, untuk mendorong peningkatan kegiatan ekonomi dan investasi, sehingga akan dapat menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan bagi masyarakat, dan pada akhirnya akan mampu mendorong perekonomian nasional kita”, tegas Menko Airlangga. (SKO)