Ilustrasi demo buruh.
Makroekonomi

Tok! Prabowo Resmi Naikkan Upah 6,5 Persen Tahun 2025

  • Presiden Prabowo Subianto resmi mematok kenaikan rata-rata upah minimum provinsi (UMP) 2025 sebesar 6,5%. Angka itu lebih tinggi dibandingkan usulan awal Kementerian Ketenagakerjaan sebesar 6%, tapi lebih rendah dari tuntutan buruh yang berkisar 10-20%.

Makroekonomi

Chrisna Chanis Cara

JAKARTA—Presiden Prabowo Subianto resmi mematok kenaikan rata-rata upah minimum provinsi (UMP) 2025 sebesar 6,5%. Angka itu lebih tinggi dibandingkan usulan awal Kementerian Ketenagakerjaan sebesar 6%, tapi lebih rendah dari tuntutan buruh yang berkisar 10-20%. 

Dalam konferensi pers di Istana Merdeka, Jumat (29/11/2024), Prabowo menyatakan kenaikan UMP diperlukan untuk meningkatkan daya beli pekerja sembari tetap melihat daya saing dunia usaha. 

“Upah minimum merupakan jaringan pengaman sosial yang sangat penting bagi pekerja yang bekerja di bawah 12 bulan dengan memperhatikan kebutuhan hidup layak,” kata Prabowo. 

Presiden mengatakan ketentuan ihwal upah minimum sektoral akan ditetapkan Dewan Pengupahan Daerah (DPD) pada tingkat provinsi, kota, dan kabupaten. “Ketentuan lebih rinci soal upah minimum akan diatur Peraturan Menteri Ketenagakerjaan,” jelas Prabowo. 

Pengumuman tersebut menjawab penantian buruh maupun pengusaha yang sebelumnya khawatir tentang molornya penetapan UMP 2025. Sebagai informasi, penetapan UMP seharusnya dilakukan paling lambat 21 November, sesuai Pasal 29 Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023 tentang Pengupahan. 

Terkena Dampak Putusan MK

Namun, PP tersebut sejatinya tak lagi berlaku menyusul keputusan Mahkamah Konstitusi (MK). Keterlambatan pengumuman UMP juga tak lepas dari perubahan rumusan kenaikan upah sebagai dampak putusan MK. 

Diketahui, MK sebelumnya mengabulkan sebagian permohonan buruh dalam uji materi terkait Undang-Undang Cipta Kerja. Majelis hakim menilai komponen 'indeks tertentu' dalam undang-undang tersebut tidak memiliki penjelasan rinci dan perlu diberikan pemaknaan. 

Variabel perhitungan kenaikan upah minimum sebenarnya tetap sama jika mengacu putusan terbaru Mahkamah Konstitusi, yakni pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu. Namun, formula perhitungan upah minimum berubah karena ada perbedaan definisi terkait indeks tertentu atau alpha.

MK mendefinisikan indeks tertentu sebagai variabel yang mewakili kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi provinsi atau kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan perusahaan dan pekerja/buruh, serta prinsip proporsionalitas untuk memenuhi kebutuhan hidup layak bagi pekerja/buruh. 

Hal itu berbeda dari definisi pada aturan turunan UU Cipta Kerja, PP Nomor 51 Tahun 2023 yang cuma mempertimbangkan tingkat penyerapan tenaga kerja, rata-rata median upah, dan kondisi ketenagakerjaan lain.

Baca Juga: 10 Poin Penting Uji Materi UU Cipta Kerja yang Dikabulkan MK

Meski lebih tinggi dari usulan Kementerian Ketenagakerjaan, kenaikan upah tahun depan masih di bawah keinginan buruh yang berkisar 10-20%. Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (ASPIRASI), Mirah Sumirat, beberapa waktu lalu mengatakan kenaikan 20% bukan tanpa alasan. 

Menurutnya sejak tahun 2020 sampai 2024 kenaikan UMP setiap tahun rata-rata hanya 3%. Bahkan  pernah kenaikan upah di bawah angka Inflasi. “Selain kenaikan upah 20%, kami juga menuntut turunkan harga sembako,” ujarnya.  

Mirah menyampaikan permintaan UMP 20% sesungguhnya untuk kepentingan para pengusaha itu sendiri. Ketika upah tinggi, imbuhnya, maka barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan kecil, menengah atau UMKM  dan besar akan dibeli oleh rakyat. “Ini artinya roda ekonomi bisa berputar dan pertumbuhan ekonomi terjadi sesuai target pemerintah,” tuturnya. 

Dia memandang penetapan UMP 2025 bakal menjadi titik awal bagi pemerintahan Prabowo untuk mewujudkan target pertumbuhan ekonomi 8%. “Salah satu cara untuk mewujudkan hal tersebut adalah pemerintah harus menaikkan UMP Tahun 2025 sebesar 20%,” tuturnya.