<p>Maskapai penerbangan pelat merah PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. dan anak perusahaannya, Citilink, mulai Minggu (1/3), mulai memberikan diskon 50% tiket pesawat ke 10 destinasi wisata. / Dok. Anne Avantie</p>
Industri

Tolak Opsi Pailit, Serikat Pekerja Garuda Indonesia Kirim Proposal ke Jokowi

  • Serikat karyawan mengirimkan Proposal Penyelamatan Garuda Indonesia kepada Presiden Jokowi dan Menteri BUMN Erick Thohir

Industri

Daniel Deha

JAKARTA - Serikat Karyawan Garuda Indonesia (Sekarga) menolak opsi pailit PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) yang dilemparkan pemerintah baru-baru ini.

Rencana pailit Garuda Indonesia disampaikan Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kartika Wirjoatmodjo ketika berbincang dengan media pekan lalu.

Ketua Harian Sekarga Tomy Tampatty mengatakan rencana tersebut membuat seluruh karyawan Garuda Indonesia terpukul di tengah kondisi pandemi COVID-19.

Dia meminta pemerintah harus memilih opsi terbaik untuk menyelamatkan Garuda Indonesia ketimbang pailit. Pasalnya, keputusan itu bisa berimbas besar pada 20.000 karyawan Garuda dan keluarga.

"Pernyataan tersebut sangat melukai seluruh karyawan Garuda Indonesia dan keluarganya," ujarnya di Jakarta, dikutip Senin, 25 Oktober 2021.

Dia menyebut Sekarga telah mengirimkan Proposal Penyelamatan Garuda Indonesia kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri BUMN Erick Thohir sebagai bentuk tanggung jawab di internal terhadap maskapai.

Salah satu isi proposal tersebut adalah bahwa ketimbang melakukan pailit, pihaknya bersedia menerima keputusan pemotongan gaji karyawan hingga 50% untuk mengurangi beban operasional perseroan.

"Khusus kepada pemerintah sebagai pemilik 64,54 persen saham kiranya dapat ikut mendukung penyelamatan flag carrier Garuda Indonesia," katanya.

Pemerintah saat ini tengah berpikir keras untuk menyelamatkan Garuda Indonesia. Pasalnya, maskapai pelat merah ini memiliki utang jatuh tempo Rp70 triliun tahun ini dari total secara keseluruhan yang mencapai Rp140 triliun.

Pemerintah telah mengucurkan dana talangan melalui skema Penyertaan Modal Negara (PMN) Rp1 triliun awal tahun ini dari alokasi sebesar Rp8,5 triliun.

Kendati demikian, dengan utang yang makin menumpuk, Garuda Indonesia terlihat mulai ngos-ngosan di tengah tekanan pembatasan penerbangan akibat pandemi.

Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan negosiasi dengan para pemilik piutang adalah salah satu cara terbaik untuk membuat maskapai flag carrier ini tetap berjalan. Tengah tahun ini, sebanyak 11 kreditur telah menyepakati rencana restrukturisasi utang jatuh tempo.

"Kita sekarang sedang berusaha terus berjuang untuk bisa bernegosiasi dengan para lessor, pihak-pihak yang memiliki piutang dengan Garuda. Ini yang utama. Opsi negosiasi ini yang pertama kita dahulukan. Sebaiknya kita cari dulu solusi di tahap pertama dengan melakukan negosiasi dengan para pemilik piutang Garuda. Ini yang kita lakukan," kata Arya di Jakarta, Minggu, 24 Oktober 2021.

Adapun per 30 Juni 2021, GIAA mengalami kerugian US$901,7 juta dan liabilitas jangka pendek melebihi aset lancarnya sejumlah US$4,66 miliar sehingga mengalami defisiensi ekuitas US$2,84 miliar. 

Emiten BUMN penerbangan ini mencatatkan rata-rata penambahan utang sebesar US$79 juta per bulan sepanjang 2020. Sepanjang kuartal I-2021 pun penambahan utang mencapai US$50 juta per bulannya yang membuat utang kian menggunung.

Untuk mengerek kembali pendapatan perusahaan, Erick meminta agar Garuda Indonesia fokus menggarap pasar domestik yang juga tidak kalah besar potensinya.

Hal itu terlihat dari pendapatan dari penerbangan domestik yang mencapai 90,6% senilai US$320,14 juta setara Rp4,5 triliun (asumsi kurs Rp14.162 per dolar AS). 
Sebaliknya, emiten bersandi saham GIAA itu meraup pendapatan dari penerbangan internasional 9,3% senilai US$32,93 juta setara Rp466,37 miliar.

"Garuda harus fokus pada domestik. Saya yakin akan kembali sehat, tapi perlu waktu cukup lama," kata Erick di Jakarta, Minggu, 24 Oktober 2021.

Erick melihat bahwa peluang untuk berkembang menjadi perusahaan yang kuat dan sehat ada pada Pelita Air Service (PAS) yang memang selama ini fokus pada penerbangan dalam negeri.

"Pelita Air bisa dikembangkan, asal jangan ikut gaya-gayaan ke luar negeri. Karena penerbangan ke luar negeri itu bisa mengakibatkan tidak sehat dalam beroperasi," kata Erick.*