Tragis! Kinerja Multifinance Makin Terpukul PSBB, Diprediksi Minus Hingga Akhir 2020
Industri pembiayaan alias multifinance sampai dengan Juni 2020 tercatat merosot kurang lebih 8%.
Industri
JAKARTA – Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan kembali menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) mulai Senin, 14 Agustus 2020.
Terkait hal ini, Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) mengaku belum dapat memperkirakan dampaknya terhadap industri multifinance.
“Karena masih hari pertama, susah memprediksi dampaknya,” ujar Ketua APPI Suwandi Wiratno kepada TrenAsia.com, hari ini.
Ia menjelaskan, industri pembiayaan tetap berjalan seperti biasa pada PSBB kali ini. “Tidak seperti awal April 2020. Showroom juga masih buka dengan penerapan protokol kesehatan dan physical distancing,” tambahnya.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
Suwandi mengatakan, pihaknya menghargai kebijakan dari pemerintah selaku pemangku kebijakan terkait. Menurutnya, keputusan PSBB ini sudah dipertimbangkan dengan matang.
“Sudah hasil kompromi, ya kita memang harus menghormati dan menaati dengan tertib,” katanya.
Kinerja Multifinance Tertekan
Sementara itu, industri pembiayaan sampai dengan Juni 2020 tercatat merosot kurang lebih 8%. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun melaporkan, sumber utang pembiayaan mencapai Rp88,29 triliun disumbang oleh DKI Jakarta. Jumlah tersebut setara 20,8% dari total penyaluran Rp423,84 triliun per Juli 2020.
Suwandi mengakui, merosotnya industri multifinance tersebut sudah sesuai dengan ekspektasi. Sejauh ini, lanjutnya, industri pembiayaan di semua bidang, baik motor, mobil, maupun alat berat mengalami penurunan kurang lebih 45%-50%.
Di samping itu, faktor lain yang berpengaruh terhadap anjloknya pembiayaan, yakni adanya hambatan dalam hal strategi survive. “Pertemuan jadi terhambat karena selama ini (sebelum pandemi) dilakukan secara langsung,” ungkapnya.
Ke depan, meski enggan menyebut angka, Suwandi memprediksi pertumbuhan industri pembiayaan tetap minus sampai akhir 2020.
“Masih banyak ketidakpastian. Kita lihat saja dari waktu ke waktu,” ucapnya.
Adapun untuk restrukturisasi kredit saat ini tetap berjalan seperti biasa. Suwandi menyampaikan, terdapat kurang lebih 4,6 juta debitur yang sudah disetujui dari total 5 juta debitur yang mengajukan restrukturisasi kredit.
Menurutnya, angka tersebut cukup tinggi. Namun, ia berharap dengan adanya restrukturisasi kredit, debitur dapat terbantu, utamanya yang terdampak pandemi.
“Dengan adanya restrukturisasi kredit, semoga dapat membantu debitur yang pendapatannya menurun akibat pandemi, dengan tetap komitmen membayar cicilan ke depannya,” ujar Suwandi.
Menurutnya, debitur yang telah direstrukturisasi selama jangka waktu tiga atau enam bulan pun belum dapat kembali normal seperti sebelumnya. “Mungkin perlu di-rescedule atau direstrukturisasi ulang,” tuturnya. (SKO)