Trans Power Marine (TPMA) Punya Prospek Cerah Berkat Aksi Joint Venture
- PT Trans Power Marine Tbk (TPMA) membentuk joint venture (JV) dengan berbagai perusahaan untuk memperkuat armada.
Korporasi
JAKARTA – Emiten jasa logistik dan pelayaran, PT Trans Power Marine Tbk (TPMA) dinilai memiliki prospek yang cerah dengan melakukan berbagai aksi korporasi berupa pembentukan berbagai perusahaan patungan.
Trans Power Marine adalah perusahaan pelayaran dengan pengalaman lebih dari 15 tahun yang berfokus pada transshipment dan transportasi antarpulau. Perseroan tetap tangguh di tengah rekor penurunan konsumsi batu bara pada 2016 dan pandemi COVID-19.
Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia Rizkia Darmawan mengungkapkan TPMA telah memiliki 35 set kapal tunda dan tongkang, terutama dengan kapasitas 300 kaki, dan tiga tongkang derek pada awal tahun 2022.
- Ramai Investasi NFT dan Bitcoin, DJP Kebut Skema Pajak Kripto
- Bandara Kertajati Disiapkan Jadi Pusat Logistik dan Tempat Pemeliharaan Pesawat
- Produksi Lampaui Target, Kilang Balikpapan Pertamina Bisa Tekan Defisit Migas Rp38 Triliun
Pada akhir Desember 2021, perseroan diketahui telah menandatangani kontrak untuk membentuk joint venture (JV) dengan PT Pacifik Pelayaran Indonesia (PPI) dan T&J Industrial Holding Limited (TJI) yang merupakan bagian dari Tsingshan.
“Kami juga melihat armada yang lebih kuat di masa depan melalui inisiatif JV mereka baru-baru ini,” ujar Rizkia melalui riset yang dikutip Minggu, 16 Januari 2022.
Kerja sama JV itu ditujukan untuk menyelesaikan pembelian 60 set tug and barge dengan total nilai transaksi US$250 juta hingga tahun 2024. Ia meyakini bahwa hal tersebut akan menjadi katalis yang kuat bagi TPMA.
“Hal ini memungkinkan perseroan untuk menangkap peluang bisnis pengiriman bijih nikel yang menguntungkan dari tambang nikel ke smelter di masa depan,” tambahnya.
Ia menilai, adanya protes dari berbagai negara terhadap larangan ekspor batu bara kepada pemerintah Indonesia menunjukkan bahwa permintaan batu bara sebagai sumber energi termurah yang ada saat ini akan tetap solid dan berkelanjutan setidaknya dalam lima tahun ke depan.
Di sisi lain, pendapatan TPMA sempat terpukul parah pada kuartal II-2020 saat masa-masa awal terjadinya pandemi. Namun, perseroan secara bertahap berhasil memulihkan operasionalnya pada periode berikutnya.
Hingga akhir September 2021, TPMA berhasil membukukan laba bersih sebesar US$3,4 juta atau meroket 194,7% year-on-year (yoy) dari US$1,2 juta pada kuartal III-2020.
“Peningkatan ini terutama didorong oleh efisiensi biaya sewa kapal yang turun hingga 85,4 persen yoy dari US$2,9 juta menjadi hanya US$0,4 juta, yang diiringi dengan pemulihan ekonomi, peningkatan produksi dan permintaan batu bara,” papar dia.
Saat ini, lanjut Rizkia, TPMA diperdagangkan pada P/E tertinggal 14.8x (-0.08 SD dari P/E rata-rata 3 tahun). Baginya, potensi kerja sama JV untuk menangkap volume produksi dan penjualan yang kuat dari produk batu bara dan bijih nikel Indonesia akan menjadi katalis paling signifikan untuk pendapatan TPMA di masa depan.
“Dari gambaran tersebut, TPMA layak mendapatkan penilaian yang lebih baik dalam pandangan kami,” pungkasnya.