Transaksi Kripto Terjun 224 Persen, Bagaimana Nasib Bisnis Crypto Exchange?
- Vvolume transaksi aset kripto anjlok menjadi Rp94,4 triliun imbas tingginya pajak.
Fintech
JAKARTA - Volume perdagangan aset kripto di Indonesia mengalami penurunan drastis sebesar 224% secara tahunan atau year-on-year (yoy) menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Per-September 2023, OJK mencatat volume transaksi aset kripto sebesar Rp94,4 triliun. Padahal, pada akhir 2022, nilai transaksi kripto di dalam negeri bisa mencapai Rp306,4 triliun.
Tren penurunan ini terus berlanjut dari tahun ke tahun setelah mencapai puncaknya pada tahun 2021 dengan volume perdagangan sebesar Rp859,4 triliun.
- Alasan Efisensi, Halodoc PHK Sejumlah Karyawan
- Indonesia-Jerman Kembangkan Sistem Transportasi Hijau
- Trans Power Marine Borong 79 Kapal Senilai Rp1,2 Triliun
OJK mencatat bahwa salah satu penyebab penurunan signifikan ini adalah tingginya pengenaan pajak pada transaksi kripto.
Meskipun demikian, OJK menyatakan bahwa perpajakan pada transaksi kripto dianggap sebagai hal yang 'sangat positif'.
Potensi Bisnis Crypto Exchange di Indonesia
Meski nilai transaksi kripto mengalami penurunan, CEO Tokocrypto, Yudhono Rawis, menggarisbawahi potensi besar dari bisnis crypto exchange di Indonesia.
Yudho mencatat bahwa meskipun pasar investasi kripto di Indonesia telah mencapai lebih dari 17 juta investor, angka ini masih mewakili sekitar 5-6% dari total penduduk Indonesia. Hal ini menunjukkan adanya ruang yang besar bagi pertumbuhan dan ekspansi di sektor ini.
Menurut Yudho, jika menilik faktor regulasi dan makroekonomi saat ini, bisnis perdagangan kripto sendiri kemungkinan tidak terlalu menarik.
"Namun, sebenarnya ada alasan mengapa saya terlibat di sini. Secara sederhana, semuanya bergantung pada potensi pasar. Indonesia memiliki populasi yang mayoritas terdiri dari generasi muda, dan ini menjadikan potensi pasar kripto yang besar ke depannya," ungkap Yudho kepada TrenAsia, Kamis, 16 November 2023.
Yudhono menekankan bahwa pertumbuhan pelaku bisnis kripto di Indonesia terus meningkat. Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) mencatat bahwa sudah ada 32 Calon Pedagang Fisik Aset Kripto (CPFAK) yang menjanjikan peluang besar bagi investor di ruang kripto.
- Perkiraan Setlist Lagu Coldplay untuk Konser di Jakarta
- Mengenal JOMO, Joy of Missing Out Lawan dari FOMO
- Festival Kopi Gayo 2023, Wadah Petani Kopi Berbagi Ilmu dan Pengalaman
Pajak Transaksi Kripto Indonesia
Chief Compliance Officer (CCO) Reku, Robby, yang menjabat juga juga sebagai Ketua Umum Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo)-Asosiasi Blockchain Indonesia (ABI), mengungkapkan bahwa para pelaku usaha yang bergerak di perdagangan aset kripto sudah memproyeksikan penurunan akibat pajak ini.
Sebagai bagian dari bursa aset kripto, Reku telah menerima keluhan dari pengguna sejak setahun yang lalu terkait penerapan pajak.
Hal ini telah mendorong investor aset kripto untuk mencari platform di luar negeri. Masalah utamanya adalah bahwa platform bursa global yang menjadi tujuan investor aset kripto belum memiliki lisensi di Indonesia.
"Ini dapat berdampak negatif bukan hanya bagi pelaku usaha, namun juga investor dan ekosistem kripto secara keseluruhan juga,” ungkap Robby kepada TrenAsia beberapa waktu lalu.
Robby menjelaskan bahwa saat ini penerapan pajak di Indonesia jauh lebih besar dibandingkan dengan negara lain. Dikatakan olehnya, pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) final mencapai 1% dari tarif PPN umum atau setara dengan 0,11% ternyata cukup memberatkan bagi para peminat aset kripto.
Sementara itu, banyak negara lain seperti Malaysia, Singapura, Thailand, Australia, dan Brazil tidak menerapkan pajak pada aset kripto.
Tingginya beban pajak yang harus ditanggung oleh investor telah menyebabkan arus modal yang signifikan ke luar negeri, yang berpotensi membuat transaksi tidak lagi terjadi di Indonesia.
"Masyarakat pun juga tidak mendapatkan perlindungan hukum seperti halnya mereka bertransaksi di exchange lokal," tutur Robby.
Anggota Aspakrindo-ABI, yang merupakan kelompok pelaku usaha di sektor aset kripto, berpendapat bahwa diperlukan kolaborasi antara berbagai pemangku kepentingan untuk mengatasi masalah pajak dan keberadaan bursa ilegal.
“Persoalan ini menyangkut banyak pihak, jadi dibutuhkan kolaborasi antarpemangku kepentingan sehingga tercipta industri yang sehat dan menguntungkan seluruh pelaku di ekosistem aset kripto Indonesia,” pungkas Robby.