Pekerja memeriksa intalasi panel surya di gedung Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, di Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta, Senin, 27 September 2021. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia
Industri

Transisi Energi Listrik RI Butuh Investasi Rp14,3 Kuadriliun! Swasta Harus Turun Tangan

  • Pemerintah memastikan kebutuhan dana untuk transisi energi listrik di Indonesia mencapai US$1 triliun setara Rp14,3 kuadriliun (kurs Rp14.295 per dolar AS) pada 2060. Rerata investasi transisi energi di sektor kelistrikan mencapai US$25 miliar setara Rp357,63 triliun.

Industri

Mutia Yuantisya

JAKARTA - Pemerintah memastikan kebutuhan dana untuk transisi energi listrik di Indonesia mencapai US$1 triliun setara Rp14,3 kuadriliun (kurs Rp14.295 per dolar AS) pada 2060. Rerata investasi transisi energi di sektor kelistrikan mencapai US$25 miliar setara Rp357,63 triliun.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkapkan pembangunan pembangkit energi baru dan terbarukan (EBT) menjadi prioritas utama bagi pemerintah dalam mewujudkan ketahanan energi di masa mendatang. "Diharapkan dengan dukungan teknologi yang kompetitif bisa menekan jumlah investasi tersebut," katanya dalam keterangan resmi, Selasa, 21 Desember 2021.

Kendati begitu, pengembangan energi bersih yang diperuntukkan untuk mempercepat pemerataan akses energi di masa transisi energi harus tetap mempertimbangkan pasokan (supply) dan permintaan (demand).

"Pengembangan pembangkit EBT harus memperhitungkan keseimbangan antara supply dan demand, kesiapan sistem, keekonomian, serta diikuti dengan kemampuan domestik untuk memproduksi industri EBT," kata dia.

Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan bahwa keandalan dalam mengembangkan industri EBT di dalam negeri akan menjadikan Indonesia sebagai pemain utama, sehingga tidak menjadi importir teknologi EBT.

"Pengembangan ini akan diproyeksikan dapat mengurangi emisi secara signifikan, khususnya pada tahun 2040 pada saat selesainya kontrak energi fosil," katanya.

Salah satu langkah yang diambil pemerintah dalam mengembangkan EBT adalah penerapan pajak karbon dengan tarif sebesar Rp30 per kg karbon CO2e.

Tarif tersebut akan mulai diberlakukan pada 1 April 2022 untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan skema cap and tax.

"Peraturan ini diharapakan menciptakan iklim usaha dan investasi (di sektor EBT) yang lebih baik," ucapnya.

Dia mengatakan bahwa Kementerian ESDM terus mendorong terwujudnya kolaborasi yang inovatif yang dapat mengakeselrasi transisi energi.

"Kami berharap agar kerja sama seluruh pemangku kepentingan dapat terus diperkuat untuk membangun solusi kebijakan yang dapat mendukung transisi energi menuju net zero emission," kata Arifin Tasrif.

Menteri ESDM Arifin Tasrif menegaskan bahwa potensi dan teknologi EBT merupakan modal utama melaksanakan strategi transisi energi dengan mengutamakan pemanfaatan energi surya, hidrogen, teknologi storage, kompor listrik, kendaraan listrik, pengembangan inetrkoneksi smart grid, jaringan gas bumi, serta diimbangi dengan penghentian operasi PLTU secara bertahap.