Trauma Masa Kecil Pada Anak dan Bagaimana Cara Menyembuhkannya
- Trauma masa kecil menjadi hal yang sering dianggap sepele
Rumah & Keluarga
JAKARTA- Trauma masa kecil menjadi hal yang sering dianggap sepele. Terkadang, trauma pada anak dianggap remeh karena sebagian orang menganggap anak akan melupakan hal buruk yang terjadi pada dirinya.
Namun kenyataannya, trauma masa kecil bisa sangat membekas. Sangking melekatnya, trauma yang dialami oleh anak bisa memengaruhi perilaku hingga mengubah sifat anak.
Dibandingkan dengan orang dewasa, anak-anak lebih rentan menderita kerugian akibat trauma dengan risiko konsekuensi jangka panjang yang lebih tinggi. Dampak trauma psikologis pada anak pun bersifat kumulatif.
Artinya, semakin besar jumlah pengalaman masa kanak-kanak yang merugikan emakin lama paparan trauma, hasil kesehatan yang lebih negatif dalam kehidupan dewasa.
Penyebab Trauma Masa Kecil Anak
Ada banyak hal yang memicu anak mengalami trauma masa kecil. Diantaranya mengalami peristiwa buruk seperti pelecehan, penelantaran fisik maupun emosi, kecelakaan atau cedera parah.
Secara naluriah, saat mengalami trauma, anak akan mengaktifkan respon terhadap trauma. Reaksinya pun beragam. Mulai dari waspada, lari dari masalah, melawan, tak peduli, hingga hancur secara psiskis dan fisik.
Ironisnya, menyembuhkan trauma masa kecil pada anak memerlukan usaha dan waktu sangat panjang. Namun, hal ini bukan tak mungkin untuk dilakukan.
Cara Atasi Trauma Masa Kecil Pada Anak
Mengutip laman Parenting for Brain, berikut upaya yang perlu dilakukan orang tua untuk mengatasi trauma masa kecil anak.
1. Berikan Rasa Anam dan Kepercayaan
Hubungan anak dengan pengasuh memainkan peran penting dalam melindungi anak-anak dari timbulnya kondisi kesehatan mental. Terutama jika terkait dengan trauma.
Setelah peristiwa traumatis, yang harus Anda lakukan adalah membangun kembali kepercayaan dan memastikan keselamatan dan keamanan. Seorang anak yang trauma mungkin takut sendirian dan mencari kehadiran orang dewasa yang penuh kasih sayang.
Karenanya, bersiaplah untuk mereka sebanyak mungkin dan yakinkan mereka rasa aman. Jauhkan sumber trauma dari anak untuk melindungi mereka.
Menurut penelitian, pengasuh yang suportif adalah faktor pelindung, karena anak-anak cenderung tidak mengalami gejala gangguan stres pascatrauma.
2. Lakukan Disiplin Positif
Anak-anak dengan trauma yang belum terselesaikan sering menunjukkan kemarahan dan agresi. Tanggapan disiplin yang keras dari orang tua dapat memperkuat persepsi negatif anak terhadap orang lain dan dunia .
Terlepas dari apakah itu dilabeli sebagai pelecehan atau disiplin, penelitian menunjukkan bahwa hukuman fisik menghasilkan gejala traumatis.
Ketika orang tua menggunakan hukuman fisik pada anak yang mengalami trauma, mereka pada dasarnya menambah trauma anak yang sudah ada.
Selain itu, disiplin hukuman tidak berhasil . Ini memunculkan lebih banyak agresi dari anak-anak .
Karena itu, untuk menyembuhkan trauma pada anak, lakukan pendidikan positif pada anak. Metode ini merupakan cara mendidik tanpa teriakan. Dengan begitum hubungan antara anak dan orang tua akan lebih baik.
3. Biarkan Anak membahas Traumanya
Meski tak boleh diungkit, biarkan anak bicara mengenai trauma yang dialaminya. Pada dasarnya, anak-anak sangat selaras dengan tanggapan orang tua mereka terhadap peristiwa traumatis dan percakapan tentangnya sesudahnya.
Mereka akan menghindari membahasnya jika mereka menyadari bahwa hal itu membuat orang tua mereka sedih.
Mengizinkan seorang anak untuk mengekspresikan emosinya dan mendiskusikan pengalamannya dapat membantunya memproses peristiwa negatif tersebut.
Hal ini juga memungkinkan orang tua untuk mendengar sudut pandang anak dan mengatasi miskonsepsi, seperti menyalahkan diri sendiri, perasaan umum di antara anak-anak setelah kejadian traumatis.