logo
Ilustrasi bank.
Perbankan

Tren Baru: Dana Publik Tinggalkan Aset Risiko, Lebih Pilih Tabungan dan Deposito

  • Peningkatan DPK pada awal tahun 2025 dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk turunnya dana pemerintah dan meningkatnya kebutuhan konsumsi masyarakat menjelang Hari Raya Idulfitri.

Perbankan

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA - Masyarakat Indonesia belakangan ini tercatat menarik dana dari berbagai instrumen investasi seperti saham hingga aset kripto. Fenomena ini memunculkan pertanyaan: apakah publik kini mulai beralih ke tabungan konvensional sebagai tempat penyimpanan dana?

Menanggapi hal ini, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dian Ediana Rae, mengonfirmasi adanya pertumbuhan signifikan pada Dana Pihak Ketiga (DPK) di industri perbankan.

"Memang benar, pertumbuhan DPK perbankan tercatat sebesar 7,5% secara tahunan (year-on-year) menjadi Rp8.926 triliun," ujar Dian saat konferensi pers Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) OJK yang diselenggarakan secara virtual, Jumat, 11 April 2025. 

Ia menjelaskan bahwa peningkatan DPK pada awal tahun 2025 dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk turunnya dana pemerintah dan meningkatnya kebutuhan konsumsi masyarakat menjelang Hari Raya Idulfitri. Selain itu, sektor swasta juga mulai kembali menyimpan dananya dalam bentuk deposito perbankan, yang turut mendorong peningkatan DPK secara year-to-date.

Bank Masih Jadi Pilihan Aman

Menurut Dian, penyimpanan dana di bank masih dianggap sebagai pilihan yang aman, efisien, dan efektif, terutama dalam situasi ekonomi global yang penuh ketidakpastian.

“Penyimpanan uang di bank menjadi opsi menarik karena didukung sistem pembayaran yang terintegrasi dan potensi pendapatan bunga yang lebih pasti,” tambahnya.

Indikator Kesehatan Perbankan Tetap Kuat

OJK juga mencatat bahwa kinerja perbankan nasional tetap solid sepanjang Januari hingga Februari 2025. Hal ini tercermin dari rasio kecukupan modal (CAR) yang mencapai 26,98%, serta rasio pengembalian aset (ROA) yang berada di level 2,41%, menunjukkan profitabilitas yang terjaga.

Risiko kredit pun tetap terkendali, dengan rasio kredit bermasalah (NPL) tercatat sebesar 2,22%, jauh di bawah ambang batas 5%. Selain itu, rasio loan at risk (LAR) menunjukkan tren penurunan menjadi 9,77%.

Dalam aspek likuiditas, perbankan Indonesia juga menunjukkan performa yang kuat. Rasio AL/DPK dan AL/NCD masing-masing berada di level 26,35% dan 116,76%, masih jauh di atas ambang batas. Sementara itu, rasio liquidity coverage ratio (LCR) tercatat sebesar 210,14%, melebihi kewajiban minimum 100%.

Proyeksi Optimistis dan Tantangan ke Depan

Pertumbuhan DPK diprediksi akan terus berlanjut seiring dengan strategi bank dalam menghimpun dana untuk mendukung penyaluran kredit. Masuknya dana pemerintah pada triwulan pertama 2025 juga akan turut memperkuat likuiditas perbankan.

Dian menyebutkan bahwa hasil Survei Orientasi Bisnis Perbankan OJK (SBPO) menunjukkan adanya optimisme terhadap kinerja perbankan di triwulan pertama. Faktor musiman seperti bulan Ramadan dan Idulfitri juga dinilai mampu mendorong peningkatan permintaan kredit dan aktivitas usaha masyarakat.

Namun demikian, ia juga mengingatkan akan sejumlah tantangan yang perlu diantisipasi. “Ketidakpastian kondisi global masih menjadi tantangan utama bagi sektor perbankan saat ini maupun ke depan,” pungkasnya.