Pekerja berjalan di depan layar yang menampilkan pergerakan saham di Mail Hall Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta 17 Oktober 2023. Foto : Panji Asmoro/TrenAsia
Korporasi

Tren IPO Asia Tenggara 2024: Malaysia Unggul, Indonesia Terpuruk

  • Kinerja IPO Indonesia lesu di tahun 2024, terpengaruh oleh ketidakpastian Pemilu dan hambatan pasar global. Bagaimana prospek pasar di 2025?

Korporasi

Alvin Pasza Bagaskara

JAKARTA - Sepanjang tahun ini, tren penawaran saham perdana ke publik (initial public offering/IPO) di pasar modal Indonesia mengalami kelesuan yang cukup signifikan.

Sejumlah faktor, termasuk dinamika politik dan kondisi pasar global, turut memengaruhi lesunya kinerja IPO. Laporan Deloitte mencatat bahwa selama 10,5 bulan pertama tahun 2024, pasar modal Asia Tenggara mencatatkan 122 IPO dengan total nilai mencapai US$3 miliar.

Namun, hanya ada satu IPO di kawasan ini yang mampu mengumpulkan lebih dari US$500 juta, membuat total nilai yang terkumpul tahun ini menjadi yang terendah dalam sembilan tahun terakhir.

Sebagai perbandingan, pada tahun 2023 terdapat 163 IPO dengan total nilai sebesar US$5,8 miliar, mencerminkan performa pasar yang jauh lebih baik sebelumnya.

Di Asia Tenggara, Malaysia menempati posisi teratas dengan 46 IPO sepanjang tahun 2024, tertinggi sejak 2006, dan meningkat dari 32 IPO pada tahun 2023. Total dana yang berhasil dihimpun mencapai US$1,5 miliar.

Sebaliknya, di Indonesia, tren IPO tampak melemah dengan 39 IPO yang hanya mampu mengumpulkan dana sebesar US$368 juta selama 10,5 bulan. Sebagai perbandingan, tahun lalu ada 79 IPO yang mengumpulkan total dana sebesar US$3,6 miliar. Deloitte mencatat bahwa banyak IPO tahun ini didominasi oleh perusahaan-perusahaan kecil.

Meski demikian, ada beberapa IPO perusahaan besar yang cukup menarik perhatian, seperti IPO Adaro Andalan (AADI) yang mencatatkan diri sebagai salah satu yang terbesar tahun ini, dengan target pengumpulan dana hingga Rp4,59 triliun.

Sayangnya, tren perusahaan besar seperti ini lebih jarang terjadi tahun ini dibandingkan sebelumnya. Lesunya pasar IPO di Indonesia bertepatan dengan tahun politik, yaitu Pemilu 2024, yang menciptakan ketidakpastian. Hambatan pasar global turut memperburuk situasi.

Capital Markets Advisor Deloitte Indonesia, Jasmin Maranan, menjelaskan bahwa pasar modal dalam negeri menunggu kejelasan lebih lanjut mengenai arah kebijakan fiskal dan moneter dari pemerintahan baru. Stabilitas dan prospek pertumbuhan domestik, yang didorong oleh pembangunan infrastruktur, menjadi harapan bagi para investor.

Pemerintahan baru di bawah Presiden RI Prabowo Subianto, yang akan memimpin tahun depan, diprediksi dapat membawa perubahan di pasar modal. Namun, tantangan regulasi dan peningkatan daya tarik pasar tetap menjadi perhatian utama.

Jasmin menegaskan bahwa regulator perlu mengambil langkah strategis untuk meningkatkan likuiditas dan daya tarik pasar, guna mendorong pertumbuhan IPO pada 2025 dan menciptakan iklim investasi yang lebih positif.Itu