hulu-migas-by-fahrudin-efendi.jpg
Energi

Tren Lifting Terus Turun, Masih Menarikkah Investasi Migas RI?

  • Banyaksumur tua yang masih dipaksa untuk memproduksi sehingga kurang menghasilkan.

Energi

Debrinata Rizky

JAKARTA - Menteri ESDM Arifin Tasrif melaporkan adanya tren penurunan lifting minyak dan gas bumi dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini terjadi baik secara alamiah ataupun unplanned shutdown di beberapa lapangan migas. 

Penurunan ini terutama terjadi pada produksi minyak bumi domestik. Sebelumnya, pemerintah telah menetapkan target lifting migas 2025 dengan lifting minyak dipatok 635 juta barel per hari (bph) sedangkan gas ditetapkan 5.785 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD) atau 1.033 juta barel setara minyak per hari (bsmph).

Berdasarkan paparan Arifin, kinerja lifting migas RI hingga Mei 2024 mencapai 1,5 juta barel setara minyak per hari (boepd). Angka ini terdiri dari lifting minyak sebanyak 561,9 ribu barel per hari (bph) dan lifting gas sebesar 939,8 ribu boepd.

“Mengakibatkan adanya loss of production yang sampai dengan Mei 2024 sudah mengurangi sekitar 172 juta standar kaki kubik per hari dan 5.825 barel minyak per hari,” kata Arifin dalam rapat kerja bersama Komisi VII DPR RI beberapa waktu lalu.

Tren Penurunan Lifting Migas 

Founder ReforMiner Institute, Pri Agung Rakhmanto  mengatakan, jika masih ada permasalahan lifting migas di Indonesia. Pertama adalah karena banyaknya sumur tua yang masih dipaksa untuk memproduksi sehingga kurang menghasilkan.

"Beda sih kalau dilihat dari menarik atau tidaknya investasi Indonesia meski ada sumur tua. Di semua dunia sumur tua itu pasti ada dan pasti ada masalahnya. Yang kita perlukan adalah lapangan baru," katanya kepada TrenAsia.com pada Senin, 12 Agustus 2024.

Sehingga menurutnya pemerintah harus menggenjot penemuan lapangan baru untuk menutupi gap penurunan produksi dari lapangan-lapangan tua terdahulu.

Hal ini dirasa bisa menarik investasi ke dalam Indonesia dan memberikan sinyal kepada investor jika menanamkan modalnya di Indonesia akan menghasilkan. Indonesia harus menyelesaikan pekerjaan rumahnya untuk bisa memonetisasi investasi yang menghasilkan hingga siap produksi.

"PR RI juga bagaimana dapat memberikan sinyal investor bahwa kalau ada sumur yang ketemu harus siap produksi, nggak mundur terus bahkan belum tahu kapan produksinya,"lanjutnya.

Menurut Agung, investor akan melihat daya tarik suatu investasi menurun jika risiko bisnisnya terlalu besar atau tidak kompetitif dengan negara lain. Maka ia menyarankan kepada pemerintah untuk segera memasifkan produksi migas di lapangan-lapangan jumbo yang digadang-gadang dapat menaikkan lifting tahun ini.

Pemerintah Siapkan Skema New Gross Split

Kementerian ESDM, akan menyederhanakan komponen Gross Split sehingga dalam pelaksanaannya lebih implementatif. Sejalan dengan itu, Pemerintah juga tengah membenahi sejumlah kebijakan, seperti merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2017 dan PP Nomor 53 tahun 2017 terkait perpajakan hulu migas dan pembebasan indirect tax, termasuk PBB tubuh bumi tahap eksploitasi.

Ketika KKKS memilih skema Gross Split, terdapat persoalan mengenai penetapon harga. Sehingga Permen New Gross Split sendiri telah menyederhanakan komponen variabel, dari 10 menjadi hanya 3. Selanjutnya pada komponen progresif juga disimplifikasi, dari 3 komponen menjadi 2 komponen saja. Tambahan split bagi kontraktor lebih menarik juga diberikan hingga mencapai 95% untuk Migas Non Konvensional.

Menteri Arifin mengakui kebijakan ini ditempuh sebagai bagian dari antisipasi atas skema kebijakan migas yang lebih agresif dijalankan oleh negara lain, misalnya Guyana, Mozambik, hingga Mexico.