Tren Petani Muda Naik, Sektor Pertanian Didorong Adopsi Tekonogi Digital
JAKARTA – Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Indra Setiawan mendorong adopsi teknologi digital pada sektor pertanian. Menurutnya, hal ini berfungsi untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas para petani. “Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki daya lenting tinggi selama pandemi,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima TrenAsia.com, Jumat, 28 Mei 2021. Berdasarkan data […]
Industri
JAKARTA – Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Indra Setiawan mendorong adopsi teknologi digital pada sektor pertanian. Menurutnya, hal ini berfungsi untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas para petani.
“Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki daya lenting tinggi selama pandemi,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima TrenAsia.com, Jumat, 28 Mei 2021.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah tenaga kerja di sektor pertanian mengalami kenaikan sebanyak 2,78 juta selama Agustus 2019-Agustus 2020. Menariknya, kenaikan tersebut didorong oleh bertambahnya petani muda, yakni berusia 16-30 tahun.
Indra pun mengungkapkan, tren ini dapat menjadi momentum untuk memperluas adopsi teknologi di sektor pertanian. Pasalnya, sebanyak 85,62% di antara mereka, merupakan pengguna internet yang berpeluang menjadi early adopter dari teknologi digital di sektor tersebut.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
Selain itu, penggunaan teknologi digital pertanian diprediksi bisa memberikan perubahan positif. Data McKinsey pada 2020 memperkirakan, pengeluaran ekonomi di sektor pertanian bisa mencapai US$6,6 miliar per tahun.
“Kehadiran teknologi digital pertanian dapat menghubungkan petani langsung dengan konsumen sehingga mempersingkat rantai pasok,” ujarnya.
Mandiri melalui teknologi digital
Di sisi lain, para petani juga dianggap dapat mengurangi ketergantungannya dengan tengkulak. Selama ini, lanjut Indra, petani lebih banyak menjual hasil pertanian dalam jumlah besar ke tengkulak. Hal ini menunjukkan daya tawar yang kurang kuat untuk menentukan harga produsen.
Dengan mengadopsi teknologi digital, petani akan memiliki akses terhadap informasi harga komoditas di pasaran yang akurat dan transparan. Pemahaman ini dapat membantu petani untuk menentukan harga produsen secara lebih terukur.
Terlebih, teknologi digital pertanian yang fokus pada jasa keuangan akan membuka lebih banyak akses terhadap sumber pendanaan yang cocok. Saat ini, Indra mengakui bahwa petani kecil telah menikmati program Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebagai sumber pendanaan.
Namun, rendahnya jumlah pinjaman menyebabkan petani tidak dapat bergantung pada KUR untuk kegiatan pertanian yang membutuhkan investasi besar, seperti akuakultur. Oleh karena itu, jasa keuangan digital khusus pertanian dapat menjadi solusi untuk hal ini.
Adapun peningkatan infrastruktur digital dapat dilakukan dengan menjamin regulasi telekomunikasi stabil dan adaptif. Pemerintah pun didorong untuk memberikan insentif kepada pihak swasta agar mereka mau membangun infrastruktur digital di daerah-daerah terpencil.
“Pemerintah bersama swasta perlu mendorong pemanfaatan teknologi digital pertanian di Indonesia. Sektor pertanian terbukti menjadi tumpuan selama krisis akibat pandemi. Oleh karena itu, inovasi teknologi digital di sektor pertanian patut didukung untuk meningkatkan kualitas sektor ini,” paparnya. (RCS)